Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Tenaga Kerja Taiwan pada Kamis mengatakan bahwa larangan masuk bagi pekerja migran akan dicabut pada November, dan Indonesia mungkin jadi negara pertama mendapat izin masuk menurut Kantor Berita CNA.
Pusat Komando Epidemi Pusat (CECC) menyetujui pada Selasa (2/11) rencana kementerian untuk mengizinkan pekerja migran masuk ke Taiwan, namun hal ini masih perlu dikomunikasikan dengan negara asal pekerja guna memastikan mereka akan bekerja sama dengan protokol pencegahan penyakit Taiwan.
Langkah tersebut termasuk memverifikasi institusi medis mana yang mengeluarkan hasil tes COVID-19 yang valid dan mengurangi jumlah pekerja yang menerima pelatihan pra-keberangkatan secara bersamaan di pusat pelatihan, jelas Hsu.
Kementerian akan mengadakan pertemuan dengan pihak berwenang Indonesia tentang topik tersebut pekan depan, dan ada kemungkinan Indonesia akan menjadi negara pertama yang pekerja migrannya dapat memasuki Taiwan, kata Direktur Jenderal Badan Pengembangan Tenaga Kerja Tsai Meng-liang kepada wartawan Kamis.
Namun demikian, larangan masuk Taiwan akan diberlakukan kembali selama dua bulan mulai 14 Desember, karena sejumlah besar warga Taiwan yang berada luar negeri diharapkan kembali untuk liburan Tahun Baru Imlek, sementara saat itu fasilitas karantina terbatas.
“Paling lambat, pekerja migran akan diberikan izin masuk ke Taiwan pada pertengahan atau akhir November,” kata Menteri Tenaga Kerja Hsu Ming-chun menanggapi pertanyaan di sidang legislatif.
Namun, karena Taiwan mungkin akan menghadapi gelombang besar warga yang pulang untuk liburan Tahun Baru Imlek, masuknya pekerja migran akan ditangguhkan lagi dari 14 Desember hingga 14 Februari, kata Hsu.
Taiwan pertama kali melarang masuknya pekerja migran dari Indonesia pada Desember 2020 karena situasi COVID-19 di Tanah Air.
Lalu mulai 19 Mei 2021, Taiwan melarang masuknya semua warga negara asing tanpa tempat tinggal, termasuk pekerja migran, menyusul lonjakan kasus COVID-19 domestik yang belum pernah terjadi sebelumnya di Taiwan.
Pekerja migran yang memasuki Taiwan sebelum 14 Desember harus dikarantina di pusat-pusat pemerintahan selama 14 hari, dan CECC telah menyiapkan 1.700 kamar untuk langkah ini, kata Tsai.
Pekerja yang memasuki Taiwan setelah 15 Februari juga harus dikarantina selama 14 hari, meskipun mereka dapat memilih untuk melakukannya di pusat pemerintahan atau hotel yang ditunjuk.
Kementerian Tenaga Kerja Taiwan juga telah meminta CECC untuk mengalokasikan setidaknya 2.550 kamar di pusat-pusat pemerintahan bagi pekerja migran, kata Tsai.
Biasanya, kedatangan di Taiwan harus mengikuti protokol manajemen kesehatan diri selama tujuh hari setelah menyelesaikan karantina, di mana mereka dapat kembali ke rumah dan menjalani kehidupan mereka seperti biasa, selama tidak menghadiri pertemuan skala besar atau makan dalam kelompok besar.
Pekerja migran akan diminta untuk tinggal di fasilitas karantina selama tujuh hari, meskipun mereka akan tunduk pada aturan yang ‘lebih longgar’ daripada di karantina, kata Tsai tanpa penjelasan lebih lanjut.
Aturan yang lebih ketat “tidak mengandung kebencian,” kata Tsai. Pasalnya, pekerja migran tidak memiliki tempat tinggal di Taiwan dan ada ketidakpastian situasi COVID-19 di negara asalnya, jelasnya.
Ketika larangan dicabut, Kementerian Tenaga Kerja akan mengadopsi sistem berbasis poin untuk masuknya pekerja migran, dengan mereka yang memiliki poin lebih tinggi akan diprioritaskan masuk Taiwan.
Baik pekerja migran di sektor perawatan rumah tangga maupun sektor industri akan diberikan poin berdasarkan status vaksinasi mereka dan situasi COVID-19 di negara asal mereka. Pekerja industri juga akan diberikan poin berdasarkan asrama yang akan mereka tinggali di Taiwan.
Kementerian akan memberikan izin masuk bagi pekerja migran dalam jumlah yang sama di sektor perawatan rumah tangga dan industri, ujar Tsai.
Status vaksinasi menyumbang proporsi poin tertinggi, dengan 55 poin diberikan kepada mereka yang divaksinasi lengkap, 45 poin diberikan kepada mereka yang diberi satu dosis dalam rangkaian dua dosis, dan poin nol diberikan kepada mereka yang belum menerima suntikan vaksin COVID-19.
Vaksin harus telah disetujui untuk penggunaan darurat oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau Administrasi Makanan dan Obat-obatan Taiwan, kata kementerian, seraya menambahkan, vaksin ini adalah yang diproduksi oleh Pfizer-BioNTech, Moderna, AstraZeneca, Johnson dan Johnson, Sinovac dan Sinopharm China, dan Medigen Taiwan.
Poin juga dialokasikan berdasarkan jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan di negara asal pekerja migran.
Sepuluh poin diberikan jika negara tersebut telah melaporkan rata-rata kurang dari 5.000 kasus COVID-19 baru per hari selama sepekan terakhir, lima poin untuk mereka yang melaporkan 5.001-10.000 kasus, dan nol poin untuk mereka yang memiliki lebih dari 10.000 kasus baru setiap hari.
Selain dua indikator tersebut, pekerja migran di sektor industri juga akan diberikan poin berdasarkan asrama yang ditawarkan oleh majikannya, tergantung berapa banyak orang yang berbagi fasilitas satu kamar dan kamar mandi, kata kementerian.
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Chen Shih-chung pada Kamis mengatakan bahwa larangan masuk dapat diterapkan kembali kapan saja jika ada lonjakan kasus COVID-19 di negara asal pekerja migran, atau jika persentase yang tinggi dari pekerja migran dari satu negara dinyatakan positif mengidap COVID-19 setelah tiba di Taiwan.
Laporan: Redaksi