Pasien Long COVID juga bergumul dengan kesehatan mental mereka, sementara para penyintas COVID-19 memiliki tingkat depresi, kecemasan, dan bahkan bunuh diri lebih tinggi dibandingkan kelompok populasi lainnya.
New York City, AS (Xinhua) – Tidak adanya klinik Long Covid, atau penyakit COVID-19 yang berkepanjangan, di Florida tengah, Amerika Serikat (AS), berarti bahwa para pasien terpaksa berkompromi dengan perjalanan panjang ke klinik-klinik COVID-19 di seluruh negara bagian tersebut dan bahkan dengan daftar tunggu yang lebih lama, seperti dilaporkan Spectrum News pada Ahad (16/10).
“Klinik COVID-19 yang letaknya jauh, seperti klinik kami misalnya, dibanjiri pasien,” kata Irene Estores, seorang dokter yang mengelola sebuah klinik Long COVID di negara bagian itu. “Para pasien harus menunggu.”
“Bagi sebagian orang, mengunjungi klinik Long COVID hanya dilakukan setelah berulang kali upaya sia-sia untuk menemukan perawatan di tempat lain,” ungkap laporan tersebut.
Banyak pasien Long COVID bergumul dengan kesehatan mental mereka, papar laporan itu. Para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Washington St. Louis menemukan bahwa untuk para penyintas COVID-19, tingkat depresi, kecemasan, dan bahkan bunuh diri tercatat lebih tinggi dibandingkan kelompok populasi lainnya.
Diperkirakan sebesar 7,5 persen orang dewasa di AS menderita kondisi pasca-COVID-19 yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Terlepas dari kepentingan publik yang luas dengan isu ini, efektivitas perawatan untuk kondisi tersebut berbeda-beda bagi tiap orang, dan tidak tersedia secara luas, tambah laporan itu.
Kerugian ekonomi
Para ahli memperkirakan bahwa Long COVID-19 atau penyakit COVID-19 yang berkepanjangan berpotensi membuat ekonomi Amerika Serikat mengalami kerugian hingga triliunan dolar dan hampir pasti akan memengaruhi banyak industri, menurut laporan situs jejaring AS WebMD pada akhir September lalu.
“Total kerugian ekonomi bisa mencapai 3,7 triliun dolar AS,” kata situs jejaring tersebut, mengutip pernyataan David Cutler, seorang profesor ilmu ekonomi di Universitas Harvard.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) AS, sebanyak 4 juta warga Amerika usia kerja jatuh sakit akibat Long COVID-19 sehingga tidak dapat bekerja, kata Katie Bach, seorang senior fellow di Brookings Institution sekaligus penulis sebuah studi yang meneliti dampak Long COVID-19 pada pasar tenaga kerja.
“Itu berarti sebesar 230 miliar dolar AS pendapatan hilang, atau hampir 1 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) AS,” kata situs jejaring itu.
*1 dolar AS = 15.247 rupiah
Laporan: Redaksi