“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Terjemahan QS. An-Nisa [4]: 135).
Asbabun Nuzul (sebab diturunkannya) ayat di atas sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan pengaduan dua orang yang bersengketa, yakni seorang kaya dan miskin.
Rasulullah ﷺ membela pihak yang miskin karena menganggap bahwa orang miskin tidak akan mendzalimi orang kaya. Akan tetapi, Allahﷻ tidak membenarkan tindakan Rasulullah itu dan memerintahkan untuk menegakkan keadilan di antara kedua belah pihak.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allahﷻ memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menjadi orang yang benar-benar menegakkan keadilan, baik kepada diri sendiri dan orangtua, maupun kepada kerabat.
Allahﷻ juga berfirman dalam surah Al-Maidah [5]: 8, memerintahkan untuk menegakkan keadilan, memutuskan sesuatu dengan cermat, jujur, dan ikhlas. Dalam memutuskan suatu perkara, tidak boleh tercampur unsur-unsur subyektifitas seperti kebencian terhadap seseorang atau suatu kaum/komunitas.
Adil terhadap hak-hak Allahﷻ maksudnya adalah tidak menggunakan nikmat-nikmat-Nya untuk bermaksiat, tetapi seharusnya dipergunakan dalam ketaatan kepada-Nya.
Adapun adil terhadap hak-hak manusia adalah menunaikan segala yang menjadi tanggung-jawabnya sebagaimana ia meminta hak-haknya, berinteraksi dengan sesama manusia dengan akhlak yang mulia sebagaimana ia menginginkan orang lain memperlakukan dirinya seperti itu pula.
Selanjutnya, ayat di atas mengandung ancaman yang keras kepada orang-orang yang meninggalkan apa yang seharusnya ia bisa kerjakan untuk menegakkan keadilan, bersaksi palsu, termasuk hakim yang memutuskan suatu perkara berdasarkan kepentingan pribadi.
Perilaku tersebut termasuk kejahatan yang paling besar dalam agama. Maka, manusia hendaknya berhati-hati dengan hawa nafsu, karena ia dapat membutakan mata hati nurani.
Dalam kaitan itu, Fakultas Hukum Universitas Harvard menyebut Surat An-Nisa ayat 135 (sebagaimana disebutkan terdahulu) sebagai salah satu ekspresi terhebat tentang keadilan sepanjang sejarah. Terjemahan dari ayat itu (dalam Bahasa Inggris) diukir di tembok yang menghadap pintu masuk utama fakultas hukum tersebut.
Universitas Harvard didirikan di Cambridge, Massachusetts Amerika Serikat pada 1636 yang merupakan perguruan tinggi tertua dan salah satu universitas terkemuka di Amerika Serikat.
Dalam Al-Quran sendiri terdapat lebih dari 53 kata yang bermakna adil atau mengandung nilai-nilai keadilan. Keadilan merupakan pilar utama dalam ajaran Islam. Syariat Islam memandang manusia semuanya sama derajatnya, dan yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya di hadapan Allahﷻ.
Dalam kaitan ini, Sayyid Qutub mendefinisikan keadilan dalam empat kategori, yakni adil dalam arti sama; adil dalam arti seimbang; adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak itu kepada pemiliknya; dan adil dalam arti yang dinisbatkan kepada Allahﷻ.
Sementara itu Jamaluddin Muhammad Al-Mishriy dalam Lisanul ‘Arab mengartikan keadilan sebagai suatu tindakan atau perlakuan yang seimbang dan sesuai ketentuan, tidak membenarkan yang salah dan tidak menyalahkan yang benar.
Keadilan juga berarti tidak melebihkan atau mengurangi, tidak berpihak, sesuai dengan kapasitas, kemampuan, tingkatan dan kedudukan serta keahliannya, berpegang teguh kepada aturan ilahiyah, dan tidak sewenang-wenang (proporsional).
Jika keadilan mampu ditegakkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka masyarakat akan merasakan kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan.
Kebahagiaan barulah dirasakan oleh masyarakat bilamana hak-hak individu dan sosial mereka dijamin. Setiap orang memiliki akses yang sama dalam hukum, ekonomi, budaya dan golongan yang kuat bisa melindungi dan mengayomi yang lemah.
Dalam pandangan penulis, syariat Islam sudah secara sempurna memberikan konsep-konsep dan contoh penegakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun tugas para pemimpin dan aparat penegak hukum adalah memastikan hukum bisa ditegakkan serta menjalankannya sesuai dengan konsep dan contohnya.
Penulis: Imaam Yakhsyallah Mansur (pembina yayasan Al-Fatah Indonesia)