Operasi militer Israel terbaru di Jenin telah menyebabkan sedikitnya delapan orang Palestina tewas dan sekitar 80 lainnya luka-luka, termasuk 17 orang yang dalam kondisi kritis.
Ramallah/Gaza, Palestina (Xinhua) – Suara ledakan dahsyat terus terdengar di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat bagian utara, dengan kepulan asap hitam membubung tinggi di berbagai area, saat militan Palestina dan tentara Israel terlibat baku tembak sengit.
Tentara Israel melancarkan operasi militer skala besar di Jenin pada Senin (3/7) dini hari waktu setempat. Narasumber keamanan Palestina mengatakan kepada Xinhua bahwa pasukan Israel menyerbu kota itu dari berbagai penjuru, mengepung kamp, menguasai beberapa bangunan dan rumah penduduk, serta mengerahkan penembak jitu di atas atap.
Operasi militer tersebut “merupakan yang paling kejam sejak 2002,” dengan serangan udara intensif yang menyasar gedung-gedung tempat puluhan penembak Palestina terlibat baku tembak dengan tentara Israel, kata para warga dan pejabat keamanan.
Sejumlah video yang beredar di media sosial menunjukkan kerusakan yang disebabkan oleh serangan udara di sejumlah bangunan dan pos, yang menurut tentara Israel adalah milik kelompok-kelompok militan Palestina.
Dalam sebuah pernyataan pers, tentara Israel mengatakan bahwa pihaknya membombardir sebuah markas komando yang menjadi tempat pertemuan, depot persenjataan, dan pusat komunikasi bagi para aktivis, menambahkan bahwa lokasi yang menjadi target terletak di dekat dua sekolah dan sebuah pusat kesehatan.
Sebagai respons, faksi-faksi Palestina “terlibat dalam bentrokan bersenjata dengan tentara Israel, meledakkan alat peledak, dan menembak jatuh tiga drone yang terbang di atas kamp,” kata faksi-faksi Palestina dalam pernyataan terpisah.
Jaringan Israel Radio melaporkan bahwa lebih dari 1.000 tentara bergabung dalam operasi tersebut. Seorang juru bicara militer Israel mengatakan para tentara “tidak berniat menduduki kamp pengungsi Jenin, tetapi ini adalah operasi yang menyasar kelompok-kelompok teroris.”
Pasukan Israel menangkap para aktivis dan menyita banyak alat peledak yang ditimbun untuk pertempuran, menurut juru bicara tersebut.
Saksi mata mengatakan beberapa keluarga pengungsi melarikan diri dari kamp tersebut menuju pusat kota atau daerah lain karena khawatir eskalasi militer akan terjadi pada malam hari.
Ramzi, seorang pemuda yang tinggal di kamp pengungsi itu dan siap untuk melarikan diri bersama anggota keluarganya, mengatakan kepada Xinhua kamp tersebut seperti diguncang “gempa bumi.”
Menteri Kesehatan Palestina Mai Al-Kaila menuduh tentara Israel mencegah petugas medis memasuki kamp pengungsi untuk membawa para korban luka ke rumah sakit, sementara Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina meminta agar jalur yang aman untuk mengevakuasi korban luka dari kamp tersebut dibuka.
“Ambulans hampir tidak dapat menjangkau para korban luka,” keluh seorang pengemudi ambulans.
Kementerian Informasi Palestina mengatakan bahwa awak media juga menjadi sasaran, dikepung, dan ditembak, serta dibakar peralatannya.
Nabil Abu Rudeineh, juru bicara kepresidenan Palestina, mengecam aktivitas Israel tersebut sebagai “kejahatan perang terhadap orang-orang yang tidak berdaya.”
Hussein Al-Sheikh, Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, mengatakan bahwa agresi itu “akan menyeret kawasan tersebut ke dalam lingkaran kekerasan dan ketidakstabilan.”
Daoud Shihab, anggota senior Jihad Islam di Gaza, memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa “semua opsi terbuka jika agresi tidak berhenti,” dan menyerukan kepada para mediator termasuk Mesir, Qatar, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera turun tangan sebelum terlambat.
Di Gaza City, puluhan warga Palestina mengibarkan bendera Palestina di alun-alun Tentara Tak Dikenal (The Unknown Soldier) sebagai bentuk protes terhadap operasi militer Israel di Jenin.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, operasi militer Israel terbaru di Jenin telah menyebabkan sedikitnya delapan orang Palestina tewas dan sekitar 80 lainnya luka-luka, termasuk 17 orang yang dalam kondisi kritis.
Laporan: Redaksi