Nabi Muhammad ﷺ menggambarkannya sebagai Khatib Al-Anbiya, yang berarti ‘orator ulung’.
Dia adalah Nabi Syu’aib عليه السلام yang tinggal bersama penduduk Madyan asal Arab di kota bernama Madyan, dekat Syria dan tidak terlalu jauh dari Laut Mati.
Orang-orang Madyan tiba di kota itu tidak lama setelah umat Nabi Luth عليه السلام.
Mereka adalah keturunan dari Madyan Ibn Madyan Ibrahim.
Orang Madyan dikenal sebagai pedagang, pengusaha, dan sangat cerdas dalam berbisnis, namun mereka sangat licik dan jahat.
Mereka menyembah pohon yang disebut Al-Ayka karena meyakini kesucian pohon tersebut.
Karenanya, Al-Quran juga menyebut mereka sebagai Ashabul Ayka atau orang-orang Ayka karena perbuatan buruk mereka.
Masyarakat Madyan adalah orang pertama yang memberlakukan pajak dan tarif kepada mereka yang melewati kota Madyan.
Mereka nyaman hidup dengan merampok dan berlaku tidak adil, meskipun Nabi Syu’aib عليه السلام meyakinkan mereka bahwa hukuman Allah ﷻ akan menimpa mereka jika mereka tidak berhenti berbuat buruk.
Orang-orang Madyan juga senang berlaku curang dalam berdagang dengan meminta bayaran atas timbangan yang berat, namun sebenarnya ringan.
Mereka juga menjual susu yang telah dicampur dengan air, tanpa rasa bersalah.
Seperti halnya dengan semua nabi Allah ﷻ, misi Nabi Syu’aib عليه السلام adalah menasihati umatnya untuk menyembah Allah ﷻ saja, dan mengikuti perintah-Nya.
Nabi Syu’aib عليه السلام mengingatkan mereka tentang rahmat Allah ﷻ, tetapi mereka selalu mengingkarinya.
Sementara mereka yang belum sepenuhnya ingkar, menyembah tuhan yang salah.
Allah ﷻ menyebutkan kisah Nabi Syu’aib عليه السلام dalam Al-Quran, Surat Al-A’raf (7), ayat 85 yang diterjemahkan, “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman’.”
Nabi Syu’aib عليه السلام berbicara dan dibimbing sedemikian rupa sehingga dia dikenal sebagai ‘orator para Nabi’.
Bicaranya singkat, namun seluruh pernyataannya penuh dengan makna.
Namun, penduduk Madyan tak mempercayainya karena melihat jumlah pengikut Nabi Syu’aib عليه السلام yang sangat sedikit.
Pada akhirnya, mereka merampas barang-barang milik Nabi Syu’aib عليه السلام dan para pengikutnya, lalu mengusir mereka dari kota Madyan.
Nabi Syu’aib عليه السلام kemudian memanjatkan doa kepada Tuhannya ﷻ untuk meminta pertolongan, dan Allah ﷻ mengabulkannya.
Suatu hari, Allah ﷻ memberikan panas terik yang sangat menyengat di atas kota Madyan.
Saat itu ada pula awan berkumpul di langit. Orang-orang Madyan mengira awan itu akan membawa hujan yang sejuk dan menyegarkan.
Maka, mereka bergegas keluar dengan harapan bisa menikmati hujan.
Namun, begitu mereka berkumpul di bawahnya, awan itu meledak, sambil melemparkan petir dan api.
Mereka juga mendengar suara gemuruh dari atas langit, yang menyebabkan bumi di bawah kaki mereka bergetar.
Sebelumnya, Nabi Syu’aib عليه السلام telah memperingatkan penduduk Madyan seperti yang disebutkan dalam Surah Hud, ayat 84-86 yang diterjemahkan, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)”.
“Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
“Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.”
Kemudian penduduk Madyan menjawab Nabi Syu’aib عليه السلام seperti yang disebutkan di ayat berikutnya, “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.”
Nabi Syu’aib عليه السلام pun menjawab dalam ayat 88-90, sebagaimana diterjemahkan, “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.”
“Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.”
“Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.”
Di ayat berikutnya, orang-orang Madyan berkata, “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.”
Lalu, dalam ayat 92-93, Nabi Syu’aib عليه السلام berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu dari pada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu?. Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.”
“Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu.”
Ketika Nabi Syu’aib عليه السلام dan para pengikutnya kembali ke kota Madyan, mereka melihat orang-orang kafir itu telah dibinasakan oleh Allah ﷻ.
Allah ﷻ memberitahu tentang apa yang terjadi pada orang-orang Madyan dalam Surah Hud, ayat 94-95, yang diterjemahkan, “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.”
“Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.”
Itulah mengapa kita tidak pernah melihat sisa orang-orang Madyan dan Tsamud, padahal mereka adalah komunitas besar dengan peradaban hebat di masa itu.
Penulis: Maya