Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak turun untuk hari kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Jumat (21/1) atau Sabtu pagi WIB, tertekan oleh kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS sementara investor mengambil keuntungan setelah menyentuh level tertinggi tujuh tahun pada awal pekan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret merosot 49 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 87,89 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret kehilangan 41 sen atau 0,5 persen, menjadi ditutup di 85,14 dolar AS per barel.

Namun, kedua minyak mentah acuan itu naik untuk pekan kelima berturut-turut, menguat sekitar 2,0 persen pekan ini.

Harga minyak telah naik lebih dari 10 persen sepanjang tahun ini di tengah kekhawatiran atas pengetatan pasokan. Awal pekan ini, baik Brent maupun WTI juga naik ke level tertinggi sejak Oktober 2014.

“Kemunduran terbaru kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi aksi ambil untung sebelum akhir pekan dan tidak adanya katalis bullish baru,” kata analis PVM Stephen Brennock, mencatat data bearish pada Kamis (20/1) dari Badan Informasi Energi (EIA).

EIA melaporkan kenaikan stok AS pertama sejak November dan persediaan bensin pada level tertinggi 11 bulan, berlawanan dengan ekspektasi industri.

“Pedagang energi tidak terkejut melihat reli harga minyak melambat,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA. “Minyak mentah WTI turun setelah kenaikan mengejutkan dengan stok AS dan menyusul ‘pendarahan’ di Wall Street yang mengirim aset-aset berisiko jatuh bebas.”

“Harga minyak mentah mungkin tidak memiliki tiket sekali jalan ke 100 dolar AS, tetapi fundamental sisi penawaran pasti mendukung hal itu bisa terjadi pada musim panas,” kata Moya.

Analis lain juga mengatakan mereka memperkirakan tekanan saat ini pada harga akan terbatas karena kekhawatiran pasokan dan meningkatnya permintaan.

OPEC+, yang mengelompokkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan Rusia dan produsen lainnya, sedang berjuang untuk mencapai target peningkatan produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari (bph).

Di Amerika Serikat, perusahaan energi mengurangi jumlah rig minyak pekan ini untuk pertama kalinya dalam 13 pekan.

Ketegangan di Eropa Timur dan Timur Tengah juga meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

Para diplomat tinggi AS dan Rusia tidak membuat terobosan besar dalam pembicaraan di Ukraina pada Jumat (21/1), tetapi sepakat untuk terus berbicara guna mencoba menyelesaikan krisis yang telah memicu kekhawatiran akan konflik militer.

“Dengan kapasitas cadangan OPEC+ yang rendah, persediaan rendah dan ketegangan geopolitik meningkat,” analis di Bank of America mengatakan mereka memperkirakan Brent akan berada di sekitar 120 dolar AS per barel pada pertengahan 2022.

UBS memperkirakan permintaan minyak mentah mencapai rekor tertinggi tahun ini dan untuk Brent diperdagangkan dalam kisaran 80-90 dolar AS per barel untuk saat ini.

Sementara itu, Morgan Stanley telah menaikkan perkiraan harga Brent menjadi 100 dolar AS per barel pada kuartal ketiga, naik dari proyeksi sebelumnya 90 dolar AS per barel.

Di sisi permintaan, hasil kuartalan perusahaan energi Schlumberger NV dan Baker Hughes Co mengalahkan ekspektasi karena harga minyak mentah dan gas alam yang lebih tinggi mendorong permintaan untuk layanan mereka.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan