Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak mentah sedikit lebih rendah pada akhir perdagangan Kamis (20/1) atau Jumat pagi WIB, karena aksi ambil untung setelah beberapa hari menguat yang mendorong kontrak acuan ke level tertinggi tujuh tahun di tengah kekhawatiran tentang pasokan yang ketat.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret tergerus 6 sen menjadi menetap di 88,38 dolar AS per barel. Patokan global Brent melonjak menjadi 89,17 dolar AS per barel sehari sebelumnya, level tertinggi sejak Oktober 2014 dan telah menguat 13 persen sejauh tahun ini.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari juga turun 6 sen menjadi ditutup di 86,90 dolar AS per barel pada hari terakhir masa berlaku kontrak. Kontrak WTI Maret yang lebih aktif menetap di 85,55 dolar AS per barel atau turun 25 sen. WTI telah terangkat 15 persen sepanjang tahun ini.
Persediaan minyak mentah naik 515.000 barel pekan lalu, dan persediaan bensin naik 5,9 juta barel, meningkatkan persediaan tersebut ke level tertinggi dalam setahun, menurut Departemen Energi AS.
“Saya tidak berpikir peningkatan pasokan bensin adalah pembunuh bullish. Kami akan membutuhkan penyulingan untuk terus menyuling buat memenuhi permintaan bensin di musim mengemudi musim panas. Itulah salah satu alasan pasar masih didukung meskipun pasokan bensin meningkat,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Perdagangan telah didominasi oleh kekhawatiran pasokan, dari masalah jangka pendek seperti penghentian sementara aliran pipa Irak-ke-Turki hingga kekurangan yang konsisten dari anggota OPEC+ dalam mencapai peningkatan pasokan yang ditargetkan.
Sementara itu, permintaan tetap stabil, dengan pasokan produk AS, proksi untuk permintaan konsumen terbesar dunia, mencapai 21,2 juta barel per hari selama empat pekan terakhir, di depan kecepatan prapandemik.
Kekhawatiran pasokan telah meningkat pekan ini setelah kebakaran untuk sementara menghentikan aliran melalui pipa minyak yang mengalir dari Kirkuk Irak ke pelabuhan Ceyhan di Turki pada Selasa (18/1).
Kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari OPEC dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia telah memproduksi kurang dari targetnya, dengan Badan Energi Internasional (IEA) pada Rabu (19/1) memperkirakan bahwa kelompok tersebut memproduksi sekitar 800.000 barel per hari (bph) di bawah target Desember.
IEA mengatakan bahwa sementara pasar minyak bisa mengalami surplus yang signifikan pada kuartal pertama tahun ini, persediaan kemungkinan akan jauh di bawah tingkat prapandemik. Badan tersebut juga meningkatkan perkiraan permintaan 2022.
Serangan oleh Houthi Yaman di Uni Emirat Arab, produsen terbesar ketiga di Organisasi Negara Negara Pengekspor Minyak (OPEC), meningkatkan risiko di antara pemasok besar.
Indeks kekuatan relatif (RSI) untuk WTI, ukuran momentum, berada pada level yang terakhir terlihat pada Oktober, menunjukkan reli berisiko menjadi berlebihan dan layak bagi penjual untuk masuk ke pasar.
Laporan: Redaksi