Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak naik lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Kamis (2/6) atau Jumat pagi WIB, setelah persediaan minyak mentah AS turun lebih dari yang diharapkan di tengah tingginya permintaan bahan bakar. Sementara itu, AS mengabaikan kesepakatan OPEC+ untuk meningkatkan produksi guna mengkompensasi penurunan produksi Rusia.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik 1,32 dolar atau 1,1 persen, menjadi menetap di 117,61 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli bertambah 1,61 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi ditutup di 116,87 dolar AS per barel.
Harga minyak juga didukung oleh paket sanksi keenam Uni Eropa terhadap Rusia, yang akan mencakup larangan segera atas kontrak asuransi baru untuk kapal yang membawa minyak Rusia dan penghentian kontrak yang ada selama enam bulan.
Stok minyak mentah dan bahan bakar AS turun pekan lalu, karena permintaan terus melampaui pasokan, dengan persediaan minyak mentah komersial berkurang bahkan ketika lebih banyak cadangan strategis memasuki pasar, menurut data pemerintah.
Stok minyak mentah AS turun 5,1 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 1,3 juta barel.
Harga minyak turun pada Kamis pagi (2/6) karena Arab Saudi dan negara-negara OPEC+ lainnya sepakat untuk meningkatkan produksi minyak guna mengimbangi kehilangan produksi Rusia guna meredakan lonjakan harga minyak dan inflasi serta memuluskan jalan bagi kunjungan pemecah kebekuan ke Riyadh oleh Presiden AS Joe Biden.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk menaikkan produksi sekitar 650.000 barel per hari dalam dua bulan ke depan dari 432.000 barel per hari saat ini.
“Sementara OPEC+ setuju untuk meningkatkan kuota produksi mereka sedikit lebih banyak dari yang diharapkan pasar, pada kenyataannya sangat sedikit untuk menambah pasokan tambahan karena OPEC+ sudah gagal memenuhi kuota yang ada lebih dari dua juta barel per hari,” kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates di Houston, AS.
Minyak sebagian besar lebih tinggi selama beberapa pekan karena ekspor Rusia telah ditekan oleh sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Moskow atas invasinya pada 24 Februari ke Ukraina, tindakan yang disebut Moskow sebagai “operasi militer khusus.”
Pasar juga mendapat dukungan dari pelonggaran bertahap China dari penguncian COVID-19 yang ketat.
Produksi Rusia telah turun sekitar satu juta barel per hari menyusul sanksi UE.
Salah satu sumber OPEC+ yang mengetahui posisi Rusia mengatakan Moskow dapat menyetujui produsen lain meningkatkan produksi untuk mengkompensasi produksinya yang lebih rendah tetapi belum tentu bisa menutupi semua kekurangan.
Kremlin mengatakan dapat mengubah rute ekspor minyak untuk meminimalkan kerugian akibat sanksi Uni Eropa, tetapi para analis tetap skeptis.
“Namun, sejauh mana hal ini akan terbukti dapat dicapai masih dipertanyakan. Oleh karena itu, produksi minyak Rusia kemungkinan akan turun lagi dalam beberapa bulan mendatang,” kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch, yang juga mempertanyakan kemampuan OPEC+ untuk menambah lebih banyak minyak ke pasar.
Laporan: Redaksi