Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak jatuh sekitar empat persen pada akhir perdagangan Senin (11/4) atau Selasa pagi WIB, dengan minyak mentah Brent jatuh di bawah 100 dolar AS per barel di tengah kekhawatiran bahwa pandemik COVID-19 akan memangkas permintaan di China.

Sementara itu, negara-negara Badan Energi Internasional (IEA) berencana merilis rekor volume minyak dari stok strategis.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni merosot 4,30 dolar AS atau 4,2 persen, menjadi 98,48 dolar AS per barel, penutupan terendah untuk Brent sejak 16 Maret.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei tergelincir 3,97 dolar AS atau 4,0 persen, menjadi 94,29 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak 25 Februari, sehari setelah pasukan Rusia menginvasi Ukraina, tindakan yang disebut Moskow sebagai “operasi militer khusus.”

Konsumsi bahan bakar di China, importir minyak terbesar dunia, telah terhenti akibat penguncian COVID-19 di Shanghai, kata analis di konsultan Eurasia Group. Shanghai, pusat keuangan China, mulai melonggarkan penguncian di beberapa daerah pada Senin (11/4) meskipun melaporkan rekor lebih dari 25.000 infeksi baru COVID-19.

“Bahkan ketika pembatasan di Shanghai dicabut, kebijakan nol-Covid China kemungkinan akan tetap menjadi hambatan permintaan,” kata Eurasia Group, menekankan bahwa penguncian Shanghai kemungkinan mengurangi konsumsi minyak keseluruhan China hingga 1,3 juta barel per hari (bph).

Untuk membantu mengimbangi kekurangan minyak mentah Rusia setelah Moskow terkena sanksi, negara-negara anggota IEA, termasuk Amerika Serikat, akan melepaskan 240 juta barel minyak selama enam bulan ke depan.

Pelepasan volume Strategic Petroleum Reserve (SPR) sama dengan 1,3 juta barel per hari selama enam bulan ke depan, cukup untuk mengimbangi kekurangan pasokan minyak Rusia sebesar 1 juta barel per hari, kata analis di JP Morgan.

“Rilis (SPR) akan menjadi yang terbesar sepanjang masa, dan telah mematahkan bagian belakang kurva harga WTI,” kata Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho, ​​mencatat spread meluncur ke arah contango (situasi di mana harga berjangka suatu komoditas lebih tinggi dari harga spot).

Contango menandakan pasar yang kelebihan pasokan. Ini terjadi ketika harga untuk bulan-bulan kemudian lebih tinggi dari bulan depan.

Sebaliknya, ketika kekhawatiran tentang kekurangan pasokan tinggi pada awal Maret, kurva WTI berada dalam apa yang disebut Yawger sebagai “super-backwardation” dengan setiap bulan setidaknya 1 dolar AS per barel di bawah bulan sebelumnya hingga November 2023.

Menambah tekanan pada harga minyak mentah, dolar AS berada di jalur untuk menguat untuk hari kedelapan berturut-turut terhadap sekeranjang mata uang lainnya. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Dalam sebuah langkah yang dapat memperketat pasokan minyak global, eksekutif Uni Eropa (UE) sedang menyusun proposal untuk embargo minyak Rusia, meskipun masih belum ada kesepakatan untuk melarang minyak mentah Rusia.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan kepada Uni Eropa bahwa sanksi terhadap Rusia dapat menciptakan salah satu guncangan pasokan minyak terburuk dan tidak mungkin untuk menggantikan volume tersebut. OPEC mengisyaratkan tidak akan memompa lebih banyak minyak.

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri India Narendra Modi mengadakan pembicaraan pada Senin (11/4) ketika Washington mendorong sekutu Asianya untuk mendukung tanggapannya terhadap invasi Rusia.

India, importir minyak terbesar ketiga di dunia, telah meningkatkan pembelian minyak mentah Rusia dalam beberapa bulan terakhir karena Moskow terpaksa menjual minyaknya dengan diskon yang tajam sejak menginvasi Ukraina.

Permintaan bahan bakar di India naik ke level tertinggi tiga tahun pada Maret, dengan penjualan bensin mencapai puncaknya sepanjang masa.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan