Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak beragam di perdagangan Asia pada Kamis pagi, setelah reli didorong penurunan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS di sesi sebelumnya, karena investor menunggu hasil pembicaraan nuklir AS-Iran yang dapat menambah pasokan minyak mentah dengan cepat ke pasar global.

Minyak mentah berjangka Brent melemah 10 sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 91,45 dolar AS per barel pada pukul 01.30 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berada naik 8 sen menjadi diperdagangkan di 89,74 dolar AS per barel.

Pemulihan permintaan yang kuat dari pandemik virus corona telah membuat pasokan minyak global tetap baik, dengan persediaan di pusat bahan bakar utama secara global melayang di posisi terendah multi-tahun.

Persediaan minyak mentah AS turun 4,8 juta barel dalam seminggu hingga 4 Februari, jatuh menjadi 410,4 juta barel, terendah untuk persediaan komersial sejak Oktober 2018, kata Badan Informasi Energi AS (EIA). Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan 369.000 barel.

Produk AS yang dipasok – proksi terbaik untuk permintaan – memuncak pada 21,9 juta barel per hari (bph) selama empat minggu terakhir karena aktivitas ekonomi yang kuat secara nasional, menurut data EIA.

Penarikan minyak mentah yang mengejutkan memperkuat betapa ketatnya pasar minyak, analis OANDA Edward Moya mengatakan dalam sebuah catatan.

“Harga minyak mentah memiliki terlalu banyak katalis yang mendukung pergerakan ke harga minyak 100 dolar AS dalam waktu dekat,” katanya, menunjuk pada ketegangan geopolitik di seluruh Eropa dan Timur Tengah, dan meningkatnya permintaan secara global karena perjalanan normal dilanjutkan di sebagian besar dunia.

Namun, investor mengamati dengan cermat hasil pembicaraan nuklir AS-Iran yang dilanjutkan pekan ini. Kesepakatan dapat mencabut sanksi AS terhadap minyak Iran dan mengurangi ketatnya pasokan global.

Gedung Putih secara terbuka menekan Iran pada Rabu (9/2) untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 dengan cepat, dengan mengatakan bahwa tidak mungkin untuk kembali ke kesepakatan jika kesepakatan tidak tercapai dalam beberapa pekan.

“Ketidakpastian inti tetap apakah Iran bersedia untuk menandatangani di garis putus-putus,” kata analis Eurasia Henry Rome, menambahkan bahwa konsultan itu memperkiraan 40 persen pembicaraab untuk kembali ke perjanjian.

Secara terpisah, Presiden AS Joe Biden dan Raja Salman dari Arab Saudi membahas pasokan energi dan perkembangan di Timur Tengah, termasuk di Iran dan Yaman, selama pembicaraan telepon pada Rabu (9/2).

Raja Salman juga berbicara tentang menjaga keseimbangan dan stabilitas di pasar minyak dan menekankan perlunya mempertahankan perjanjian pasokan OPEC+, kata kantor berita SPA.

Di Eropa, Wakil Presiden AS Kamala Harris akan bertemu sekutu dan mitranya di Munich pekan depan untuk mencegah agresi Rusia di Ukraina.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan