Jakarta (Indonesia Window) – China adalah sebuah negeri tua yang kaya akan legenda, kisah naga dan para orang bijak. Namun, negeri tirai bambu ini baru benar-benar membuka diri ke dunia luar pada 40 tahun lalu, saat China berada di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping (1904-1997).
Pada 1978, pemimpin tertinggi Partai Komunis China tersebut mulai melakukan reformasi yang mengubah wajah ekonomi dan budaya China.
Terbukanya China kepada dunia luar “baru” terjadi 40 tahun lalu, namun negeri asal Panglima Muslim Cheng Ho (1371-1433) ini telah menerima Islam sejak abad ke-8 Masehi.
Kota Xi’an (sekitar 1.000 kilometer barat daya Beijing) menyimpan bukti sejarah itu dengan berdirinya sebuah masjid di dalam sebuah area komunitas Muslim China yang semakin ramai dikunjungi oleh Muslim dari seluruh dunia, juga Umat non Muslim yang sedang melancong.
Masjid Xi’an
Masjid Xi’an di China terletak di Provinsi Shaanxi, Kota Xi’an, tepatnya di kawasan wisata Jalan Pusat Budaya Muslim Bei-Yuan-Men yang merupakan jalan khusus bagi pejalan kaki yang melingkar sepanjang kurang lebih 1.100 meter.
Menurut catatan sejarah yang tertera pada batu prasasti, masjid tersebut dibangun pada 742 Masehi di bawah kekuasaan Kaisar Xuangzong Li Longji pada masa Dinasti Tang.
Masjid yang kini berusia 1.276 tahun itu terus dikembangkan semasa Dinasti Song, Yuan, Ming dan Qing, hingga sekarang.
Kompleks masjid ini tidak hanya menarik wisatawan Muslim yang hendak beribadah, tapi juga para wisatawan non Muslim baik domestik maupun asing termasuk yang non-Muslim.
Para pengunjung dapat masuk ke halaman masjid melalui beberapa gapura yang terbuat dari kayu kuno yang masih asli dan utuh dengan ukiran khas dari masa Dinasti Ming dan Qing.
Menurut seorang warga China, Larry Zheng, yang pernah berkunjung ke kawasan wisata tersebut, pelancong Muslim dapat masuk ke dalam masjid untuk beribadah sembari menikmati keindahan arsitekturnya yang unik.
“Namun pengunjung non-Muslim hanya diperbolehkan berada di kompleks bagian luar tempat ibadah untuk melihat dari dekat aktivitas masyarakat Muslim dan keindahan arsitektur masjid serta bangunan-bangunan di sekitarnya,” kata Larry, seorang pegawai di perusahaan industri berat di China.
Sebelum memasuki kawasan wisata religi tersebut, pengunjung dapat memperoleh informasi awal tentang masjid raya itu dari salah seorang imam masjid, H. Mohammad Isherg alias Jia Xiping yang juga menawarkan beberapa produk cendera mata dan buku tentang Masjid Raya Xi’an di toko milik adiknya.
“Silakan belanja di toko milik adik saya ini. Harga-harganya lebih murah di banding barang-barang yang dijual di toko-toko lain,” kata Mohammad Iserg sambil menunjukan buku-buku tentang Masjid Raya Xi’an.
Imam masjid yang berasal dari keluarga Muslim dan mulai belajar Islam sejak kecil tersebut menimba ilmu dari beberapa imam terkenal di China seperti Ma Qinhua, Li Tingxian dan Ding Jiping serta pernah belajar tafsir Quran, hadis dan hukum Islam.
Tokoh agama Islam yang pernah belajar tentang Islam di Lembaga Islam China dan berpartisipasi dalam Pelatihan Imam Dunia di Universitas Al-Azhar, Mesir, tersebut telah menulis buku tentang Masjid Raya Xian yang telah menjadi unit benda budaya dan bersejarah yang dilindungi.
Dengan Bahasa Indonesia yang cukup fasih, Imam Mohammad Isherg menjelaskan bahwa masjid tersebut berdiri di atas lahan sekitar 13.000 meter persegi yang terdiri atas bangunan seluas 6.000 meter persegi yang berbentuk persegi Panjang, memanjang dari arah timur ke barat, dan terbagi atas lima halaman.
Menurut data yang di dapat dari masjid tersebut, sejak mulai terbukanya pintu gerbang China ke dunia luar pada 1978, Masjid Raya Xi’an telah menarik lebih dari 10 juta wisatawan asing dari berbagai negara termasuk Hong Kong, Macao dan Taiwan.
Masjid itu juga telah menerima beberapa tamu negara termasuk pejabat-pejabat pemerintah, kepala-kepala negara dan tamu-tamu kehormatan lainnya dari seluruh dunia.
Wisata halal
Pengunjung Muslim yang sedang melancong di kawasan wisata Jalan Pusat Budaya Muslim Bei-Yuan-Men tak perlu khawatir perihal makanan dan minuman halal.
Di sini, semua penjaja kuliner di pinggir-pinggir jalan maupun di restoran-restoran dengan arsitektur bergaya zaman kejayaan Dinasti Ming dan Qing dapat memastikan hidangan yang dijualnya halal.
Sepanjang jalan tersebut, para pelancong dapat menikmati bagaimana pramusaji yang mengenakan busana Muslim dan Muslimah dengan gaya China yang khas mendemonstrasikan cara membuat makanan-makanan yang unik seperti gula-gula dan menyayat daging domba yang digantung di depan restoran mereka.
Menurut salah seorang warga China yang beberapa kali berkunjung ke tempat tujuan wisata yang dibangun antara masa Dinasti Ming dan Qing tersebut, Wen Boya, kawasan tersebut selalu banyak dikunjungi oleh wisatawan dari dalam maupun luar negeri terutama saat hari-hari libur.
“Pada hari libur nasional China seperti pada tanggal 1 Oktober, kawasan ini sangat padat oleh pengunjung baik tua maupun muda untuk menikmati suasana hari raya serta makanan dan minuman halal” kata Wen Boya kepada penulis, seraya menawarkan salah satu makanan khas di kawasan tersebut yang disebut kue persimon.
Penganan sebesar kue pastel berwarna merah kekuning-kuningan yang terbuat dari bahan umbi-umbian itu berisi kacang-kacangan dan wijen, katanya.
Saat mulai terasa lapar, anda dapat memilih restoran sesuai selera dengan sangat mudah, kata Boya seraya menunjuk sebuah kedai yang menyajikan berbagai makanan seperti bubur manis yang terbuat dari nasi dan kacang-kacangan, daging domba goreng, pangsit, bakmi dingin, ketan yang ditaburi dengan manisan kurma dan masih banyak lagi.
Selesai santap siang, pelancong dapat melanjutkan perjalanan mereka dengan menikmati suasana keramaian pasar yang menjajakan bermacam-macam makanan dan minuman serta berbagai jenis cinderamata berupa pakaian, kerudung, tas, boneka, gantungan kunci, hiasan magnit pintu lemari pendingin, miniatur bangunan bersejarah dan patung terakota (terracotta).
Di luar kawasan wisata yang 80 persen penduduknya merupakan Muslim itu, pelancong juga bisa mengunjungi tempat-tempat wisata bersejarah lain yang menarik di Xi’an seperti Menara Genderang (Drum Tower) dan Menara Lonceng (Bell Tower).
Menara Genderang yang dibuat pada masa Dinasti Ming tersebut menarik karena ukuran genderangnya yang besar dengan tinggi 1,8 meter, berdiameter 2,83 meter di bagian kepala (drumhead), 3,43 meter di bagian perutnya (drumbelly) dan memiliki berat 1.800 kilogram.
Sementara itu, lonceng raksasa yang digantung di depan Menara Lonceng tersebut memiliki tinggi 2,47 meter dan berat hampir enam ton.
Benda bersejarah di Xi’an yang dibuat pada masa Dinasti Tang itu semula digunakan untuk berbagai kepentingan seperti penanda waktu dan penanda bahaya saat musuh datang serta juga berfungsi sebagai alat musik.
Penulis: Redaksi
I really got into this post. I found it to be interesting and loaded with unique points of view.