Larangan penggembalaan telah diberlakukan di sekitar 853.000 hektare padang rumput di Maqu, di hulu Sungai Kuning, dan para penggembala menerima kompensasi senilai lebih dari 450 juta yuan atau sekitar 63,4 juta dolar AS.
Lanzhou, China (Xinhua) – Jing Xiaoping telah membuat ‘laboratorium’ miliknya di padang rumput yang luas di Provinsi Gansu, China barat laut.
Peneliti pascadoktoral (postdoctoral fellow) berusia 33 tahun ini, bersama dengan beberapa teman sekolahnya di Sekolah Tinggi Ekologi Universitas Lanzhou, memberi pakan yak dengan pakan hijauan proporsional di padang rumput yang berada di wilayah Maqu. Salah satu dari mereka dapat dengan mudah mengangkat bungkusan besar pakan hijauan, sementara yang lain dapat dengan mahir mengendarai sepeda listrik roda tiga.
Terletak di ujung timur laut Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, Maqu, yang berarti ‘Sungai Kuning’ dalam bahasa Tibet, merupakan kawasan utama konservasi air di hulu Sungai Kuning. Lahan basah di Maqu mencakup area seluas lebih dari 373.000 hektare.
Tim Jing telah melakukan penelitian di Maqu sejak Juli tahun ini. Para anggota tim tinggal di dekat rumah-rumah penggembala dan bekerja di kandang domba dan yak setempat.
Mereka menggunakan jerami, dedak gandum, dan bubur kacang (bean pulp) guna mengoptimalkan teknik pemberian pakan serta pembiakan untuk berbagai mode pemeliharaan yang berbeda, yang bertujuan untuk menurunkan biaya dan menjaga kualitas daging.
“Domba dan yak merupakan sumber pendapatan utama bagi para penggembala lokal. Sejalan dengan perubahan metode pengembangbiakan, kebutuhan akan pakan pun semakin meningkat,” ungkap Jing.
Selama bertahun-tahun, wilayah tersebut mengalami intensifikasi penggurunan dan degradasi padang rumput parah yang disebabkan oleh penggembalaan berlebihan.
Tenzin Gurmey lahir di sebuah keluarga yang telah menggembala domba selama beberapa generasi. “Hampir setiap rumah tangga di desa-desa terdekat memelihara yak dan domba di sini. Jumlah sapi dan domba yang melonjak dahulu sempat memengaruhi kualitas rumput dan mengurangi pendapatan,” kenangnya.
Sejak 2011, pembatasan dan larangan penggembalaan telah diberlakukan di sekitar 853.000 hektare padang rumput, dan para penggembala menerima kompensasi senilai lebih dari 450 juta yuan atau sekitar 63,4 juta dolar AS.
Jing dan anggota timnya juga bekerja di sebuah basis penangkaran yak berskala besar yang terletak di dekat Sungai Kuning. Basis tersebut dilengkapi dengan gudang modern, pemandian air termostatik, dan ruang makan tambahan.
Basis penangkaran yang diinvestasikan oleh pemerintah setempat itu dapat menampung hampir 10.000 ekor yak. Selama musim panas, yak tersebut digembalakan di padang rumput, sementara selama musim dingin, mereka dikembangbiakkan di dalam kandang.
Basis penangkaran tersebut membantu empat peternakan keluarga dan dua koperasi untuk terlibat dalam metode pembiakan dan penggembalaan semi-intensif. Metode pembiakan yang diperbarui ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga kondusif untuk tingkat pembiakan.
Tenzin Gurmey, yang juga merupakan kepala basis penangkaran tersebut, menyatakan bahwa yak biasanya melahirkan setiap dua atau tiga tahun sekali, tetapi sekarang hanya sekali dalam setahun.
Selain itu, dia telah berencana untuk membeli sejumlah ekor yak lagi untuk dikembangbiakkan.
“Yak dapat dijual dengan harga yang lebih baik saat Festival Musim Semi mendatang,” tutur Tenzin.
*1 yuan = 2.174 rupiah
**1 dolar AS = 15.505 rupiah
Laporan: Redaksi