Krisis biaya hidup dipastikan terus berlanjut di beberapa negara akibat inflasi, dan yang paling menderita adalah warga biasa di negara mana pun.
Davos, Swiss (Xinhua) – Krisis biaya hidup dan inflasi menjadi salah satu isu utama yang dibahas pada Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) 2023, dengan sejumlah pakar mengatakan bahwa meskipun inflasi kemungkinan telah melewati puncaknya, tetapi krisis biaya hidup akan terus berlanjut di beberapa negara.
“Warga yang paling menderita akibat inflasi adalah warga biasa di negara mana pun,” kata Wakil Presiden New Development Bank (NDB) Leslie Maasdorp kepada Xinhua pada pertemuan WEF yang sedang berlangsung.
Seraya mengungkapkan kenaikan harga energi dan pangan dalam satu tahun terakhir, Maasdorp mengatakan dunia harus mengatasi inflasi dan menurunkan beban harga barang kebutuhan pokok yang tinggi untuk rumah tangga.
“Ini (inflasi dan krisis biaya hidup) merupakan topik yang tidak mudah untuk dibicarakan, tetapi saya pikir topik itu sedikit lebih mudah untuk dibicarakan saat ini daripada jika kita melakukan pembicaraan ini sekitar enam bulan yang lalu,” ujar Gita Gopinath, Deputi Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (17/1) dalam sebuah sesi pertemuan WEF tahun ini.
Gopinath mengatakan inflasi keseluruhan (headline inflation) untuk ekonomi global memuncak pada 2022 dan kemungkinan akan terus turun tahun ini.
Pada Oktober 2022, IMF memperkirakan inflasi global turun ke angka 6,5 persen pada 2023 dari 8,8 persen pada 2022.
Meski ada beberapa alasan untuk optimistis, tetapi banyak aspek dari prospek ekonomi global masih suram, menurut survei ‘Chief Economists Outlook’ WEF yang dirilis pada Senin (16/1).
Gopinath memperingatkan bahwa kendati inflasi turun, tetapi harga-harga masih tinggi, seraya menambahkan bahwa “kita tidak mengalami deflasi. Kita mencatatkan tingkat inflasi yang lebih rendah.”
Senada dengan Gopinath, CEO Unilever Alan Jope mengatakan dirinya tidak terlalu optimistis dengan penurunan biaya hidup rumah tangga.
Krisis ini tidak akan bersifat jangka pendek, ujar Jope di Davos. “Orang-orang yang paling menderita akan terus menderita dalam waktu yang cukup lama.”
Gopinath meminta negara-negara untuk bekerja sama mencari solusi multilateral, terutama terkait ekspor pangan dan pupuk serta pasokan kebutuhan pokok.
Dalam pertemuan yang sama, Laura D’Andrea Tyson, profesor ilmu ekonomi di University of California, Berkeley, menuturkan bahwa krisis biaya hidup bukanlah hal baru dan menjadi krisis upah hidup layak (living wage) bagi banyak orang.
Dia mengungkapkan bahwa inflasi pangan, energi, dan perumahan telah memperburuk perihal upah hidup layak atau masalah kemiskinan di seluruh dunia.
Krisis biaya hidup secara tidak proporsional berdampak pada mereka yang berada di dasar piramida, kata Jope.
Dia mendorong para pemimpin bisnis untuk memberikan upah hidup layak yang adil bagi karyawan mereka, menyebutnya sebagai insentif keuangan yang kuat dan peluang bagi bisnis.
Laporan: Redaksi