Koperasi syariah yang dikelola secara profesional tanpa praktik-praktik riba mampu tumbuh dan berkembang dengan pendapatan yang semakin besar melalui berbagai bentuk investasi usaha riil.
Jakarta (Indonesia Window) – Koperasi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan, namun popularitas dan perannya di tengah masyarakat masih tertinggal dibandingkan perbankan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Koperasi Syariah Indonesia (Aksyindo) Sutjipto dalam acara diskusi berjudul ‘Cara Praktis Mendirikan dan Mengelola Koperasi Syariah Sebagai Solusi Permodalan dan Pembiayaan Usaha Mikro’, yang dimoderatori oleh pelaksana tugas Ketua Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Kowril Bogor, Nanang Suriyana, pada Halal Expo Indonesia (HEI) di Jakarta, Ahad.
“Bank dipandang lebih bonafide, sementara koperasi kebanyakan masih merupakan usaha sampingan dari korporasi-korporasi besar dengan sejumlah masalah, seperti gaji karyawan yang rendah dan terlambat dibayarkan,” ujarnya.
Namun demikian, lanjut Sutjipto, masyarakat lebih memilih koperasi dibandingkan bank untuk memperoleh pinjaman uang karena prosedur yang mudah dan cepat.
Padahal, imbuhnya, koperasi mampu tumbuh dan berkembang dengan pendapatan yang semakin besar melalui berbagai bentuk investasi usaha riil jika dikelola secara profesional oleh para pengelola, pengawas, dan karyawan.
“Koperasi adalah kumpulan orang, sedangkan bank adalah kumpulan modal. Masalah dalam pengelolaan koperasi adalah anggota yang setor sedikit, sedangkan yang pinjam banyak,” ujarnya.
Sutjipto mencontohkan salah satu kisah sukses koperasi di Indonesia adalah Koperasi Arrahmah yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Koperasi Arrahmah yang didirikan di Kalimantan Selatan pada 12 tahun yang lalu itu bergerak dalam investasi yang bebas dari segala bentuk praktik riba yang diharamkan oleh hukum Islam.
“Awalnya Arrahmah hanya beranggotakan 20 orang, dengan simpanan wajib sebesar 25.000 rupiah per bulan per orang, dan 100.000 rupiah untuk simpanan pokok, serta aset senilai 29 juta rupiah,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa kini koperasi tersebut telah memiliki setidaknya 2.500 anggota dengan nilai transaksi penjualan sebesar 8 miliar rupiah, modal 1,6 miliar, dan aset senilai sekitar 900 juta rupiah.
Namun, Sutjipto tidak menampik kemungkinan koperasi mengalami kerugian. “SHU (sisa hasil usaha) yang dibukukan bisa turun, terutama karena pendemi atau ada anggota yang menarik investasinya dalam jumlah besar, atau kredit macet,” tuturnya.
Hal terpenting yang harus diperhatikan oleh para pengelola koperasi dalam menghadapi situasi tersebut adalah tetap profesional dan selalu memperhatikan kesejahteraan anggota.
“Pendiri, pengelola, pengawas, dan karyawan juga merupakan anggota, sehingga pengelolaan koperasi harus selalu terbuka, salah satunya dengan mekanisme Rapat Anggota Tahunan,” tegasnya.
Untuk layanan utang-piutang, Arrahmah selalu memberikan tenggat waktu pembayaran, bahkan bisa memberikan layanan penghapusan utang tanpa penerapan riba, denda, maupun penyitaan aset.
“Kita selalu menjaga hubungan baik dengan para anggota, dengan harapan jika anggota telah mampu secara finansial, mereka akan segera melunasi utang dan berinvestasi kembali,” jelasnya.
Dengan sejumlah pencapaiannya, koperasi syariah Arrahmah yang bergerak di bidang usaha jual-beli ini telah meraih penghargaan Siddhakarya dari pemerintah untuk produktivitas tenaga kerja.
Laporan: Bambang Purwanto