Kerawanan pangan akut meningkat selama empat tahun berturut-turut, dengan sekitar 258 juta orang di 58 negara menghadapi “kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau tingkat yang lebih buruk” pada 2022.
Roma, Italia (Xinhua) – Sebuah laporan baru mengenai kerawanan pangan akut global menjadi “dakwaan yang menyakitkan” atas kegagalan umat manusia untuk mengakhiri kelaparan, demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.
Sekitar 258 juta orang di 58 negara menghadapi “kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau tingkat yang lebih buruk” pada 2022, menurut Laporan Global tentang Krisis Pangan terbaru, yang dirilis pada Rabu (3/5) oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) PBB. Angka tersebut meningkat dari setahun sebelumnya yang tercatat 193 juta orang di 53 negara.
Jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan akut juga meningkat selama empat tahun berturut-turut, kata laporan itu.
“Lebih dari seperempat miliar orang kini menghadapi tingkat kelaparan akut, dan beberapa berada di ambang kelaparan. Ini tidak masuk akal,” tulis Guterres dalam kata pengantar laporan tersebut. “Edisi ketujuh dari Laporan Global tentang Krisis Pangan ini merupakan dakwaan yang menyakitkan atas kegagalan umat manusia untuk membuat kemajuan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan guna mengakhiri kelaparan serta mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi bagi semua pihak.”
FAO mengatakan bahwa guncangan ekonomi melampaui konflik sebagai pendorong global utama di balik kerawanan pangan dan malnutrisi yang parah. “Guncangan ekonomi global kumulatif” berkontribusi terhadap ketahanan pangan, termasuk kenaikan harga pangan dan gangguan di pasar, sebut laporan itu.
Meski demikian, FAO menemukan bahwa konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina menimbulkan dampak yang parah terhadap ketahanan pangan global, sebagian karena kontribusi signifikan yang secara tradisional diberikan oleh kedua negara tersebut terhadap produksi komoditas pangan utama, termasuk gandum, jagung, dan minyak bunga matahari.
Cuaca ekstrem juga menjadi pendorong utama kerawanan pangan global, menurut laporan tersebut.
Negara-negara yang terdampak paling parah oleh cuaca ekstrem di dunia berada di Asia Tengah, Afrika, dan Timur Tengah. Bahkan, lebih dari 40 persen populasi global yang menderita kerawanan pangan yang signifikan berasal hanya dari lima negara, yakni Afghanistan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Nigeria, dan Yaman.
Sedangkan di tujuh negara, populasi dilanda apa yang disebut FAO sebagai “kelaparan dan kemiskinan, atau tingkat bencana kelaparan akut” — tingkat kerawanan pangan yang paling parah — dengan lebih dari separuhnya berada di Somalia. Negara lainnya yang memiliki populasi dalam kategori tersebut adalah Afghanistan, Burkina Faso, Haiti, Nigeria, Sudan Selatan, dan Yaman. Haiti muncul di daftar ini untuk pertama kalinya, papar FAO.
Menurut proyeksi tahun 2023 yang tersedia untuk 38 negara dari 58 negara, sebanyak 153 juta orang akan menderita “kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau tingkat yang lebih buruk” tahun ini.
Laporan: Redaksi