Kelangkaan bahan pokok dan kenaikan harga perburuk kondisi kehidupan masyarakat Sudan

Foto yang diabadikan dengan ponsel pada 22 April 2024 ini menunjukkan seorang sukarelawan menyiapkan makanan gratis bagi para pengungsi di sebuah restoran amal di wilayah Karari di Kota Omdurman, sebelah barat laut Khartoum, ibu kota Sudan. (Xinhua/Mohamed Khidir)

Kenaikan harga dan kelangkaan bahan pokok di seluruh Sudan memperburuk kondisi kehidupan masyarakat yang sudah bergulat dengan dampak perang saudara yang masih berlangsung di negara tersebut.

 

Khartoum, Sudan (Xinhua/Indonesia Window) – Kenaikan harga dan kelangkaan bahan pokok di seluruh Sudan memperburuk kondisi kehidupan masyarakat yang sudah bergulat dengan dampak perang saudara yang masih berlangsung di negara tersebut.

Di Kota Omdurman, sebelah utara Khartoum, ibu kota Sudan, harga bahan pokok mengalami kenaikan yang signifikan.

“Pada periode terkini, harga melonjak hampir 35 persen,” ungkap Hamdan Abdullah, seorang pedagang di sebuah pasar di wilayah Karari, kepada Xinhua.

Omer Idris, seorang warga di wilayah selatan Khartoum, mengatakan bahwa barang-barang kebutuhan pokok, seperti beras, tepung, daging, dan susu sering kali tidak tersedia karena harganya yang mahal.

Foto yang diabadikan pada 18 April 2023 ini menunjukkan pemandangan jalan setelah konflik bersenjata di Khartoum, Sudan. (Xinhua/Mohamed Khidir)

Di Kota Al-Manaqil di Negara Bagian Gezira, Sudan tengah, penyaluran komoditas esensial ke kota terhenti akibat situasi keamanan, kekurangan bahan bakar, dan hujan lebat, menurut Mohamed Mekki Ibrahim, seorang warga kota tersebut.

Sebagian besar wilayah Sudan barat, termasuk Darfur dan Kordofan, juga mengalami krisis bahan pokok dan kenaikan harga.

Hawa Ishaq, seorang warga Kota Dalang di Kordofan Selatan, mengatakan bahwa harga-harga naik dua kali lipat, dengan harga sekantong jagung kini mencapai 300.000 pound Sudan.

Berdasarkan nilai tukar mata uang asing harian di Bank of Khartoum, nilai tukar untuk 1 dolar AS mencapai 1.885 pound Sudan pada Senin (29/7).

“Orang-orang di sini memakan dedaunan dari pohon. Kami terjebak karena jalan-jalan ditutup, dan kami tidak punya sumber pendapatan. Kota ini tak bernyawa,” katanya kepada Xinhua.

Tak jauh berbeda, pasar-pasar di Nyala, ibu kota Negara Bagian Darfur Selatan, juga mengalami kenaikan harga komoditas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Seorang pedagang bernama Yaqoub Adam mengatakan kepada Xinhua bahwa harga sekantong millet kini melonjak dari 145.000 pound menjadi 190.000 pound.

Program Pangan Dunia (World Food Program/WFP) memperingatkan bahwa perang yang masih berlangsung di Sudan antara Angkatan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) “berisiko memicu krisis kelaparan terbesar di dunia.”

Tingkat inflasi Sudan mencapai 136,67 persen pada paruh pertama (H1) 2024, menurut Biro Statistik Pusat Sudan dalam pernyataan pers pada Senin.

Bertepatan dengan pengumuman tingkat inflasi pada Senin, nilai tukar pound Sudan terhadap mata uang asing terus menurun.

Berdasarkan nilai tukar mata uang asing harian di Bank of Khartoum, nilai tukar untuk 1 dolar AS tercatat di angka 1.885 pound Sudan, 1 Euro di angka 2.009 pound Sudan, 1 riyal Saudi di angka 508 pound Sudan, dan 1 dirham Uni Emirat Arab (UEA) di angka 519 pound Sudan.

Namun, di pasar paralel, nilai tukar untuk 1 dolar AS tercatat di angka 2.700 pound Sudan, 1 Euro di angka 2.935 pound Sudan, 1 riyal Saudi di angka 720 pound Sudan, dan 1 dirham UEA di angka 736 pound Sudan.

*100 pound Sudan = 2.709 rupiah

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan