Banner

Studi ungkap kekeringan kilat terjadi lebih sering di masa depan yang lebih hangat

Foto yang diabadikan pada 28 Agustus 2022 ini menunjukkan ladang bunga matahari yang terdampak oleh kekeringan di Wilayah Teleorman, Rumania selatan. (Xinhua/Chen Jin)

Kekeringan kilat, atau kekeringan yang terjadi dengan cepat, akan menjadi lebih umum di sebagian besar wilayah daratan di masa depan yang lebih hangat.

 

Nanjing, China (Xinhua) – Tim ilmuwan China mengungkapkan bahwa dunia sedang mengalami transisi menuju peristiwa kekeringan kilat yang lebih sering terjadi, dan transisi tersebut berkaitan erat dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Kekeringan kilat, atau kekeringan yang terjadi dengan cepat, akan menjadi lebih umum di sebagian besar wilayah daratan di masa depan yang lebih hangat, menurut makalah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science.

Secara umum, timbulnya kekeringan membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan lebih lama. Namun, dengan kombinasi peristiwa suhu tinggi yang tidak normal dan defisit curah hujan yang ekstrem, kelembapan tanah menurun dengan cepat, menyebabkan kekeringan yang parah dalam beberapa pekan.

Kekeringan kilat mengurangi fungsi penyerap karbon ekosistem terestrial dengan cepat, dan dapat menyebabkan berbagai bencana, seperti gelombang panas, kebakaran hutan dan krisis listrik, yang menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan pembangunan sosial-ekonomi, menurut makalah tersebut.

Banner
Kekeringan kilat
Seorang wanita membawa jeriken berisi air di Turkana County yang dilanda kekeringan di Kenya pada 11 Oktober 2022. Sekitar 3,6 miliar orang saat ini menghadapi akses air yang tidak memadai setidaknya sebulan dalam setahun, seperti dikatakan Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) dalam laporannya, State of Global Water Resources 2021, yang diterbitkan pada Selasa (29/11/2022).(Xinhua/John Okoyo)

Tim ilmuwan dari Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi Nanjing (Nanjing University of Information Science and Technology/NUIST) melakukan penelitian berdasarkan data terkait peristiwa kekeringan antara tahun 1951 hingga 2014. Mereka mengamati peristiwa kekeringan yang terjadi semakin cepat di seluruh dunia, menunjukkan transisi global menuju kekeringan kilat yang lebih sering.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa transisi tersebut secara signifikan terkait dengan perubahan iklim antropogenik, seperti emisi gas rumah kaca dan aerosol, tutur Yuan Xing, ketua tim ilmuwan NUIST.

Penelitian lebih lanjut memperkirakan bahwa pada tahun 2100, di masa depan yang lebih hangat, transisi akan meluas ke sebagian besar wilayah daratan dunia, kata Yuan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan