Banner

Kepala WHO sebut krisis iklim dan polusi perburuk masalah penyakit

Orang-orang menanam bibit bakau di tepi Samudra Hindia saat perayaan Hari Konservasi Ekosistem Bakau Internasional di Lunga Lunga, Kwale County, Kenya, pada 26 Juli 2023. (Xinhua/Joy Nabukewa)

Keadaan darurat iklim yang sedang berlangsung ditambah dengan polusi dan hilangnya habitat telah memperburuk masalah penyakit, terutama di Global South.

 

Nairobi, Kenya (Xinhua) – Keadaan darurat iklim yang sedang berlangsung ditambah dengan polusi dan hilangnya habitat telah memperburuk masalah penyakit, terutama di Global South, ujar Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Kamis (29/2).

Berbicara pada sesi keenam Majelis Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEA-6) yang sedang berlangsung di Nairobi, ibu kota Kenya, Tedros menyesalkan kondisi kesehatan di kalangan masyarakat menurun di tengah krisis ekologi yang terus meningkat.

Sembari mengakui bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling berkaitan, Tedros mengatakan bahwa tiga krisis planet yakni perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi mengancam hasil yang telah dicapai dalam mengatasi penyakit-penyakit mematikan.

Menurut Tedros, perubahan iklim merupakan penyebab pergeseran perilaku, penyebaran, dan pergerakan nyamuk, burung, serta spesies pembawa patogen lainnya, sehingga mengintensifkan penyebaran penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah ke daerah-daerah baru.

Hubungan antara perubahan iklim dan kesehatan menjadi topik utama dalam pertemuan iklim PBB ke-28 yang diadakan di Dubai, Uni Emirat Arab, pada November dan Desember 2023.

Tedros mengatakan bahwa pertemuan iklim global tahun lalu menegaskan kembali urgensi untuk memperkuat aksi iklim melalui mitigasi dan adaptasi guna menjamin masa depan yang lebih sehat dan tangguh bagi umat manusia.

Keadaan darurat iklim
Pertemuan pleno pembukaan Hari Perjanjian Lingkungan Multilateral pada sesi keenam Majelis Lingkungan Hidup PBB (UNEA-6) diadakan di Nairobi, Kenya, pada 28 Februari 2024. Sistem tata kelola lingkungan multilateral yang inklusif dan berbasis konsensus merupakan senjata yang efektif untuk melawan berbagai tantangan yang dihadapi Bumi termasuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta polusi bahan kimia dan limbah, menurut para pejabat senior PBB pada Rabu (28/2). Para pejabat tersebut menyampaikan pernyataan itu pada pertemuan pleno pembukaan Hari Perjanjian Lingkungan Multilateral, yang diadakan pada sesi keenam UNEA-6 yang berlangsung di Nairobi, ibu kota Kenya. (Xinhua/Dong Jianghui)

Sejauh ini, WHO telah bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk mempercepat implementasi pedoman yang berfokus pada dimensi lingkungan kesehatan termasuk kualitas udara, air bersih, dan nutrisi yang tepat, ujar Tedros. Dia menekankan bahwa tindakan multilateral sangat penting dalam mengakhiri polusi plastik, mengubah sistem pangan, dan mencegah pergerakan limbah berbahaya guna meningkatkan kesehatan manusia.

Selain itu, Tedros mengatakan bahwa mentransformasi sistem transportasi dan memastikan bahwa sistem tersebut mencapai target nol emisi akan menjadi kunci dalam mengurangi masalah penyakit tidak menular yang terus meningkat.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan