Inflasi tahunan AS telah menurun dari level tertinggi dalam 40 tahun di angka 9,1 persen pada pertengahan 2022 lalu menjadi 3 persen pada Juni 2024.
New York City, AS (Xinhua/Indonesia Window) – Meskipun kenaikan harga yang dipicu oleh pandemik sudah melambat secara substansial, masyarakat Amerika Serikat (AS) masih dibayangi oleh kenaikan biaya kumulatif yang mereka hadapi sejak dimulainya krisis kesehatan tersebut, terutama untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti makanan dan bahan bakar, lansir USA Today pada Senin (12/8).
“Data terbaru menunjukkan bahwa belakangan ini konsumen menjadi lebih sensitif soal harga bahkan ketika inflasi sudah mereda, setidaknya sebagian karena tabungan era COVID mereka mulai menipis,” tulis laporan tersebut.
“Fakta bahwa (harga-harga) tidak lagi mengalami kenaikan nyatanya tidak menenangkan konsumen,” terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang telah merasakan beban kenaikan biaya, kata Scott Hoyt, seorang ekonom di Moody’s Analytics, seperti dikutip dalam laporan tersebut. “Konsumen ingin melihat harga-harga turun, tetapi itu tidak terjadi,” katanya.
Pandangan masyarakat mengenai inflasi sangat penting karena hal ini dapat memengaruhi pengeluaran mereka, yang mencakup 70 persen dari aktivitas ekonomi dan telah melambat namun tetap kuat sejauh ini, menurut laporan tersebut.
Inflasi tahunan AS telah menurun dari level tertinggi dalam 40 tahun di angka 9,1 persen pada pertengahan 2022 lalu menjadi 3 persen pada Juni, menurut indeks harga konsumen (IHK) Departemen Tenaga Kerja AS. Laporan IHK Juli, yang akan dirilis pada Rabu (14/8), diperkirakan akan menunjukkan bahwa inflasi secara keseluruhan stabil di angka 3 persen pada Juli, tetapi ukuran inti yang tidak meliputi komoditas pangan yang fluktuatif (volatile food) dan energi turun menjadi 3,2 persen dari 3,3 persen, urai laporan tersebut.
“Meskipun konsumen tetap relatif positif terhadap pasar tenaga kerja, mereka tampaknya masih khawatir tentang kenaikan harga dan suku bunga,” kata Dana Peterson, kepala ekonom di The Conference Board, mengenai survei bulan Juli kelompok itu.
“Masyarakat AS memang memiliki daya beli yang lebih besar, namun mereka tidak benar-benar merasa seperti itu,” tulis surat kabar tersebut.
Hal yang menjadi kekhawatiran konsumen saat ini adalah perubahan harga yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, tutur Hoyt.
Laporan: Redaksi