Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia mengusulkan kegiatan eksplorasi potensi kerja sama bisnis di Laut China Selatan pada lokakarya yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Pusat Studi Asia Tenggara, dan dihadiri oleh 54 pakar dalam kapasitas pribadi dari Indonesia, China, Laos, Malaysia, Filipina, China-Taipei dan Vietnam.
Pernyataan dari Kemenlu yang diterima di Jakarta, Rabu menyebutkan bahwa dalam lokakarya yang diselenggarakan di Batam, Kepulauan Riau pada 10-12 September 2019 itu para pakar membahas penanganan potensi konflik di Laut China Selatan.
Laut Cina Selatan tergolong rawan konflik, karena klaim tumpang tindih berbagai pihak, namun posisinya sangat strategis dan penting dalam mendukung konektivitas bisnis global.
Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) pada Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Siswo Pramono, faktor konektivitas bisnis inilah yang melatarbelakangi dipilihnya Batam sebagai tempat penyelenggaraan lokakarya 2019.
“Batam adalah salah satu daerah di Indonesia yang berkembang pesat dan memiliki lebih dari 20 industrial parks. Letaknya strategis di jalur pelayaran perdagangan internasional yang menghubungkan Laut China Selatan ke bagian lain dunia,” jelas Siswo.
Dia menambahkan bahwa Batam juga telah berkembang sebagai salah satu gerbang Indonesia untuk ekonomi digital dan kreatif.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan meresmikan Taman Digital Nongsa (NOP) di Batam.
Taman digital ini mengintegrasikan perusahaan Teknologi Informasi dan pengusaha digital dari Indonesia, Singapura dan kawasan Asia Tenggara lainnya.
Dalam semangat itulah, Indonesia juga menggiring proses dialog Laut China Selatan ke arah kerja sama ekonomi dan pariwisata.
Lokakarya ini telah didahului oleh Pertemuan Kelompok Kerja ke-15 tentang Studi Pasang Surut dan Perubahan Permukaan Laut serta Dampaknya pada Lingkungan Pesisir di Laut China Selatan.
Pertemuan tersebut diselenggarakan pada tanggal 10 September 2019 oleh Badan lnformasi Geospasial (BIG) Indonesia.
Laporan: Redaksi