Banner

Indonesia tekankan sertifikasi sawit berkelanjutan jamin legalitas produk

Ilustrasi buah sawit. Indonesia menekankan bahwa penerbitan skema sertifikasi New ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 merupakan keseriusan pemerintah dalam menjamin legalitas, keberlanjutan, dan transparansi industri kelapa sawit di tanah air. (tk tan from Pixabay)

Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia menekankan bahwa penerbitan skema sertifikasi New ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 merupakan keseriusan pemerintah dalam menjamin legalitas, keberlanjutan, dan transparansi industri kelapa sawit di tanah air.

Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh KBRI di Tokyo, Jepang menyampaikan hal tersebut pada diskusi Working Group tentang Keberlanjutan Biomassa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Jepang pada Kamis (17/9).

Pemerintah Indonesia menekankan beberapa hal baru yang konstruktif dalam New ISPO, seperti tersedianya Lembaga Sertifikasi ISPO yang independen dan terakreditasi secara nasional, dan model rantai pasok yang mendeskripsikan alur bahan dari tandan buah segar hingga produk yang diolah di pabrik kelapa sawit.

Model tersebut menekankan aspek traceability, yang berarti setiap produk sawit dapat ditelusuri mulai dari hulu hingga hilir.

Sebanyak tujuh prinsip, 37 kriteria dan 173 indikator yang terdapat di dalam New ISPO diharapkan menjawab kekhawatiran Pemerintah Jepang selama ini, diantaranya terkait legalitas lahan dan pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan ekonomi lokal, serta penggunaan tenaga kerja di bawah umur.

Pemerintah Indonesia menekankan bahwa sertifikasi New ISPO bersifat mandatory (wajib), tidak saja bagi perusahaan perkebunan, tapi juga petani plasma dan swadaya.

Dengan demikian, seluruh biomassa kelapa sawit Indonesia akan tersertifikasi di bawah New ISPO.

Petani plasma adalah mereka yang berpartisipasi dalam program transmigrasi pemerintah pada 1987, yaitu, Perkebunan Inti Rakyat atau dikenal sebagai PIR-trans.

Pemerintah Indonesia membuka kerja sama dengan negara mitra, termasuk Jepang dalam memastikan kelayakan biomassa kelapa sawit sebagai bahan baku membuat bahan bakar guna mencapai SDGs (Sustainable Development Goals).

Working Group tersebut merupakan forum diskusi akhir sebelum penentuan sertifikasi sawit berkelanjutan yang akan diadopsi Pemerintah Jepang dalam skema feed in tariff pada April 2021 mendatang.

Feed in tariff adalah harga listrik tetap yang dibayarkan kepada produsen energi terbarukan untuk setiap unit energi yang diproduksi dan dimasukkan ke dalam jaringan listrik.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan