Jakarta (Indonesia Window) – Pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton.
Dari jumlah tersebut, sumber daya tereka bijih nikel sebesar 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton, dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton yang terdiri atas cadangan terbukti sebanyak 3.360 juta ton dan terkira 986 juta ton.
Sedangkan total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan cadangan logam sebanyak 68 juta ton.
“Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai saat ini,” kata Kepala Badan Geologi pada Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono, dalam webinar Masa Depan Hilirisasi Nikel Indonesia pada Selasa (13/10).
Eko mengatakan, kegiatan eksplorasi nikel harus terus berjalan agar Indonesia bisa lebih mandiri dalam memproduksi nikel.
Selain itu, proses hilirisasi juga harus dimaksimalkan karena akan menambah nilai tambah mineral yang menguntungkan bagi perekonomian nasional.
Berdasarkan rekomendasi Badan Geologi, Eko menjelaskan bahwa eksplorasi cebakan nikel lebih mudah diarahkan pada endapan mineral logam tipe laterit dibandingkan tipe primer karena potensinya lebih ekonomis.
“Sejauh ini cadangan laterit itu jauh lebih besar dari pada yang primer,” kata Eko.
Indonesia telah menempatkan diri sebagai produsen bijih nikel terbesar di dunia pada tahun 2019.
Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina (420 ribu ron), Rusia (270 ribu ton), dan Kaledonia Baru (220 ribu ton).
Laporan: Redaksi