Peneliti Indonesia kembangkan implan tulang berbasis magnesium tanpa operasi pengangkatan
Implan tulang berbahan magnesium dinilai lebih aman karena sifat mekaniknya mendekati tulang manusia dan dapat diserap tubuh ketika terurai.
Jakarta (Indonesia Window) — Bayangkan pasang implan tulang, tapi setelah sembuh tidak perlu operasi kedua untuk mencabutnya.
Inovasi inilah yang sedang dikembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui penelitian implan tulang berbahan paduan magnesium (Mg), yang dinilai lebih aman, modern, dan sesuai dengan kebutuhan pasien ortopedi masa depan, demikian dikutip dari situs jejaring BRIN, Rabu.
Peneliti di Pusat Riset Metalurgi BRIN, Dr. Lutviasari Nuraini, menjelaskan bahwa implan tulang yang digunakan saat ini umumnya berbahan stainless steel, titanium, dan cobalt-chromium. Meski kuat, bahan-bahan tersebut bersifat permanen dan memiliki kekakuan jauh lebih tinggi dibanding tulang manusia, sehingga dapat menyebabkan stress shielding, yaitu kondisi ketika tulang di sekitar implan melemah akibat distribusi beban yang tidak merata. Setelah tulang pulih, pasien juga biasanya harus menjalani operasi lanjutan untuk mengangkat implan.
Menurutnya, tren riset di berbagai negara kini telah beralih ke material biodegradable yang dapat terurai di dalam tubuh.
Magnesium menjadi kandidat kuat karena sifat mekaniknya mendekati tulang manusia dan dapat diserap tubuh ketika terurai. Namun magnesium murni memiliki kelemahan, antara lain laju korosi yang terlalu cepat serta pembentukan gas hidrogen selama proses degradasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, tim peneliti BRIN mengembangkan paduan magnesium–zinc–neodymium (Mg–Zn–Nd). Penambahan zinc berfungsi memperkuat struktur material, sementara neodymium membantu meningkatkan ketahanan korosi dan sekaligus memanfaatkan potensi mineral tanah jarang yang tersedia di Indonesia. Dengan komposisi ini, tim berharap bisa mendapatkan material yang kuat menopang proses pemulihan tulang, namun dapat terurai secara bertahap sesuai waktu penyembuhan tanpa menimbulkan komplikasi.
Tantangan
Tantangan besar dalam pengembangan implan magnesium bukan hanya dari sisi material, tetapi juga proses manufakturnya.
Magnesium cair sangat reaktif dan bisa terbakar ketika bersentuhan dengan udara lembap atau uap air. Karena risiko tinggi ini, fasilitas pengecoran magnesium di Indonesia masih sangat minim dan banyak riset sebelumnya harus dilakukan bersama lembaga luar negeri.
Untuk mengatasi hal tersebut, tahun ini Pusat Riset Metalurgi BRIN membentuk kelompok kerja khusus dan berhasil melakukan uji coba pengecoran magnesium–zinc di laboratorium.
Setelah tahap pengecoran berhasil, material akan menjalani proses lanjutan seperti perlakuan panas untuk memperbaiki struktur butir, serta proses pengerjaan mekanik agar siap dibentuk menjadi komponen implan seperti plat atau skrup.
Setelah diproduksi, paduan magnesium diuji dalam larutan simulasi tubuh pada suhu 37 derajat Celsius dengan pH 7,4. Melalui berbagai metode uji elektrokimia dan pengukuran evolusi gas hidrogen, tim menganalisis pola korosi dan degradasinya. Permukaan material juga diamati setelah perendaman untuk memahami lebih jauh mekanisme penguraiannya.
Selain itu, BRIN bekerja sama dengan Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional untuk melakukan uji antibakteri dan sitotoksisitas guna memastikan keamanannya pada tingkat sel sebelum melangkah ke tahap uji berikutnya.
Lutviasari menilai bahwa riset ini memiliki dampak besar bagi Indonesia, terutama karena sebagian besar implan ortopedi yang digunakan rumah sakit dalam negeri masih impor.
Jika teknologi pengecoran, pengolahan, hingga uji material dapat dikuasai sepenuhnya di Indonesia, negara ini berpeluang mandiri dalam produksi implan ortopedi.
Saat ini material yang dihasilkan masih berupa batang hasil pengecoran, namun ke depan tim menargetkan pembuatan prototipe implan, pengujian pada hewan, hingga proses validasi klinis.
Sementara itu, beberapa negara seperti Jerman dan Korea Selatan telah lebih dulu memproduksi implan magnesium secara komersial, dengan komposisi paduan yang digunakan setiap negara berbeda.
Paduan Mg–Zn–Nd yang dikembangkan BRIN diharapkan menjadi alternatif yang sesuai dengan karakter kebutuhan klinis dan sumber daya mineral Indonesia.
Lutviasari menegaskan bahwa perjalanan riset ini masih panjang, namun fondasinya sudah terbentuk dengan baik. Jika seluruh tahapan mulai dari pengecoran, pengolahan, karakterisasi, uji korosi hingga uji biologi bisa dikuasai, peluang Indonesia memproduksi implan magnesium sendiri akan semakin terbuka.
Dengan perkembangan penelitian yang terus maju, inovasi implan magnesium ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan kemandirian teknologi alat kesehatan nasional.
Laporan: Redaksi

.jpg)








