“Meskipun perang sedang berlangsung di Eropa, konsekuensi tragisnya terasa di Amerika Latin dan Karibia, di Afrika dan di seluruh belahan bumi selatan.”
Jakarta (Indonesia Window) – Amerika Latin dan negara-negara lain di belahan bumi selatan telah menderita akibat konflik di Ukraina, kata Presiden Argentina Alberto Fernandez, Jumat (24/6).
Pernyataan tersebut disampaikan pada pertemuan BRICS Plus melalui tautan video.
“Saya ingin seluruh dunia mendengar bahwa meskipun perang sedang berlangsung di Eropa, konsekuensi tragisnya terasa di Amerika Latin dan Karibia, di Afrika dan di seluruh belahan bumi selatan. Kami adalah pinggiran yang menderita,” kata Presiden Fernandez, dikutip oleh layanan pers pemerintah.
Terkait hal itu, Presiden Argentina menyerukan penyelesaian konflik tersebut secepatnya. “Perdamaian harus segera dicapai, karena hal sangat mendesak untuk membuat dunia lebih setara,” tegasnya.
Dia juga menambahkan bahwa Argentina “ingin berpartisipasi dalam mencari solusi yang akan menyatukan semua pihak yang terlibat”.
BRICS adalah platform internasional yang bertujuan meningkatkan standar ekonomi global untuk perdagangan, investasi dan pemerintahan melalui teknologi dan inovasi.
BRICS diambil dari inisial lima negara anggotanya, yakni Brazil, Rusia, India, China (RRC), dan Afrika Selatan (South Africa). Sejak 2009, pemerintah negara-negara BRICS telah bertemu setiap tahun di KTT formal.
Pada 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus menyusul permintaan dari kepala Republik Donbass.
Putin menekankan bahwa Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina dan tujuannya adalah untuk demiliterisasi dan denazifikasi negara tersebut.
Menanggapi keputusan Moskow, Barat memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia.
Ke27 negara anggota Uni Eropa telah menyetujui enam paket sanksi yang mencakup pembekuan aset dan larangan visa terhadap oligarki dan pejabat Rusia, kontrol ekspor, pembekuan aset bank sentral, pemutusan hubungan bank dari sistem pesan SWIFT, serta larangan impor batu bara dan minyak Rusia.
Namun, suara UE terpecah oleh Hongaria yang paling pro-Rusia karena sangat bergantung pada gas dan minyak Rusia. Rusia juga sedang membangun reaktor nuklir untuk Hongaria.
Budapest menolak paket sanksi terbaru terhadap Moskow yang mencakup larangan impor minyak Rusia sampai Hongaria dapat menegosiasikan pengecualian untuk negaranya sendiri.
Sementara itu, langkah embargo impor minyak Rusia justru membuat Pemerintah Jerman mengaktifkan ‘tombol alarm’ Tahap 2 (dari tiga tahap) pada Kamis (23/6).
Situasi Tahap 2 adalah adalah ketika Jerman menghadapi risiko tinggi kekurangan pasokan gas jangka panjang dan secara teoritis memungkinkan penyedia gas untuk memberikan harga tinggi kepada industri dan rumah tangga, dan dengan demikian membantu menurunkan permintaan.
Beberapa negara Eropa lainnya telah menguraikan serangkaian langkah untuk menahan krisis pasokan guna mengatasi kekhawatiran kekurangan energi selama musim dingin dan lonjakan inflasi yang dapat menguji tekad blok ini untuk mempertahankan sanksi terhadap Rusia.
Sumber: TASS; Reuters
Laporan: Redaksi