Harga minyak global akan tetap tinggi sepanjang 2023, terlepas dari penurunan harga minyak mentah baru-baru ini karena kekhawatiran pasar terkait pertumbuhan ekonomi global, dengan Brent diperkirakan rata-rata 92 dolar AS per barel tahun depan.
Houston, AS (Xinhua) – Harga minyak global akan tetap tinggi sepanjang 2023, menurut perkiraan Administrasi Informasi Energi (Energy Information Administration/EIA) Amerika Serikat (AS) pada Selasa (6/12).
Terlepas dari penurunan harga minyak mentah baru-baru ini karena kekhawatiran pasar terkait pertumbuhan ekonomi global, harga minyak mentah Brent diperkirakan rata-rata 92 dolar AS per barel pada 2023, kata EIA dalam laporan Perkiraan Energi Jangka Pendek (Short-Term Energy Outlook/STEO) Desember.
Harga minyak mentah Brent bulan lalu tercatat rata-rata 91 dolar AS per barel, yang membuat rata-rata harganya menjadi 101 dolar AS pada 2022, menurut laporan itu.
Harga minyak turun pada Senin (5/12) karena data ekonomi AS yang positif kembali memicu kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral AS, Federal Reserve. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari turun 2,89 dolar AS atau 3,4 persen dan ditutup di angka 82,68 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Pasokan minyak global diperkirakan turun 0,2 juta barel per hari pada paruh pertama 2023, yang akan mendorong harga Brent kembali di atas 90 dolar AS per barel pada awal kuartal kedua tahun depan, menurut laporan tersebut.
Dalam perkiraan EIA, pemanfaatan kilang AS tetap mendekati rata-rata lima tahun hingga 2023.
Larangan Uni Eropa (UE) atas impor produk minyak melalui jalur laut dari Rusia akan menciptakan ketidakpastian pasokan dan harga untuk pasar penyulingan pada awal 2023. Sebagian akibatnya, margin penyulingan solar AS akan turun sebesar 19 persen pada 2023 dibandingkan pada 2022.
Laporan STEO juga memperkirakan kemungkinan volatilitas harga gas alam tetap tinggi, meningkatkan perkiraan produksi gas alam AS hampir 1 persen pada 2023 dibandingkan dengan perkiraan bulan lalu.
Harga gas alam AS diperkirakan melonjak dari level yang tercatat pada November sebagai akibat dari permintaan gas alam pada musim dingin yang lebih tinggi dan ekspor LNG yang meningkat. Harga tersebut akan mulai menurun setelah Januari karena tingkat penyimpanan AS mendekati rata-rata lima tahun sebelumnya, yang sebagian besar dikarenakan meningkatnya produksi gas alam AS.
Perkiraan harga listrik tertinggi untuk musim dingin ini adalah di ISO New England, di mana harga daya grosir pada puncaknya diperkirakan akan mencapai rata-rata lebih dari 200 dolar AS per megawatt jam pada Januari, naik 35 persen dari Januari 2022.
Keterbatasan kapasitas pada jalur pipa yang menyalurkan gas alam ke New England memungkinkan harga listrik grosir akan ditentukan oleh LNG atau bahan bakar minyak impor yang relatif mahal, lanjut laporan itu.
STEO Desember mencakup penyusutan aktivitas ekonomi AS hingga akhir Maret, sebagai akibat dari ketidakpastian kondisi makroekonomi yang dapat memengaruhi pasar energi secara signifikan.
Berdasarkan model makroekonomi S&P Global, produk domestik bruto (PDB) AS akan tetap datar pada 2023, menurut asumsi laporan tersebut.
*1 dolar AS = 15.576 rupiah
Laporan: Redaksi