Gelombang panas mematikan sedang melanda Sahel dengan lonjakan angka rawat inap dan kematian, memecahkan rekor suhu di seluruh Amerika Serikat, menimbulkan panas terik yang mengakibatkan 1.300 jamaah haji meninggal, membuat tempat-tempat wisata di kota-kota Eropa yang panas terpaksa ditutup, serta menutup sekolah-sekolah di kawasan Asia dan Afrika yang berdampak pada lebih dari 80 juta anak.
PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Kamis (25/7) menyerukan aksi global untuk mengatasi panas ekstrem, karena “suhu ekstrem bukan lagi fenomena sehari, sepekan, atau sebulan.”
“Bumi menjadi makin panas dan makin berbahaya bagi semua orang, di mana pun,” kata Guterres dalam sambutannya kepada awak media tentang panas ekstrem.
Miliaran orang sedang menghadapi epidemi panas ekstrem, menderita di bawah gelombang panas yang semakin mematikan, dengan suhu menembus 50 derajat Celsius di seluruh dunia, kata sekjen PBB tersebut. “Itu … separuh jalan menuju titik didih.”
Menyoroti dampak suhu ekstrem, Guterres mengatakan bahwa gelombang panas mematikan sedang melanda Sahel dengan lonjakan angka rawat inap dan kematian, memecahkan rekor suhu di seluruh Amerika Serikat, menimbulkan panas terik yang mengakibatkan 1.300 jamaah haji meninggal, membuat tempat-tempat wisata di kota-kota Eropa yang panas terpaksa ditutup, serta menutup sekolah-sekolah di kawasan Asia dan Afrika yang berdampak pada lebih dari 80 juta anak.
“Panas ekstrem semakin merusak perekonomian-perekonomian, memperlebar kesenjangan, melemahkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan menyebabkan kematian banyak orang,” lanjut Guterres.
Menurut Guterres, panas diperkirakan menyebabkan kematian hampir setengah juta orang per tahun, atau sekitar 30 kali lipat lebih banyak dari korban jiwa siklon tropis.
“Panas ekstrem merupakan kondisi abnormal baru,” katanya, seraya menunjuk “perubahan iklim akibat ulah manusia dan bahan bakar fosil” sebagai penyebab di balik suhu ekstrem.
“Namun, kabar baiknya adalah solusinya ada,” imbuh Guterres.
Sekjen PBB itu mengumumkan seruan global untuk bertindak dengan empat bidang fokus. Keempat bidang fokus tersebut adalah merawat yang paling rentan, meningkatkan perlindungan bagi pekerja, memperkuat ketahanan perekonomian dan masyarakat dengan data dan sains, serta memerangi “penyakit”, yaitu “kegilaan yang membakar satu-satunya rumah kita,” kecanduan pada bahan bakar fosil, dan kelambanan aksi iklim.
Guterres mendesak para pemimpin di seluruh dunia agar bangun dan bertindak, termasuk pemerintah serta sektor swasta, kota, dan daerah. Dia juga menyampaikan bahwa “semua negara harus membuat kontribusi yang ditentukan secara nasional, atau rencana aksi iklim nasional, yang sejalan dengan pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius paling lambat tahun depan.”
Guterres mengatakan Badan Energi Internasional telah menunjukkan bahwa ekspansi bahan bakar fosil dan pembangkit listrik baru bertenaga batu bara tidaklah konsisten dengan upaya pemenuhan target tersebut. Oleh karena itu, dia mendesak negara-negara agar menghapus bahan bakar fosil, “secara cepat dan adil.”
“Negara-negara harus mengakhiri proyek-proyek batu bara baru,” tegas Guterres.
Sekjen PBB itu meminta G20 untuk mengalihkan subsidi bahan bakar fosil ke energi terbarukan serta mendukung negara dan masyarakat yang rentan.
“Dan rencana aksi iklim nasional harus menunjukkan bagaimana setiap negara akan berkontribusi pada tujuan global yang telah disepakati di COP28 untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan dunia tiga kali lipat, serta mengakhiri penggundulan hutan pada 2030. Setiap negara juga harus memangkas konsumsi dan produksi bahan bakar fosil global 30 persen dalam jangka waktu yang sama,” katanya.
Guterres juga menyerukan rencana transisi serupa yang selaras dengan target tersebut dari kalangan bisnis, sektor keuangan, perkotaan, dan daerah.
Seraya menyampaikan bahwa aksi iklim juga memerlukan aksi keuangan, Guterres mengatakan aksi itu meliputi bersatunya negara-negara demi hasil keuangan yang kuat dari COP29, progres pada sumber keuangan yang inovatif, peningkatan kapasitas pinjaman dari bank-bank pembangunan multilateral secara drastis guna membantu negara-negara berkembang mengatasi krisis iklim, serta pemenuhan semua komitmen keuangan iklim oleh negara-negara kaya.
“Pesannya jelas: panas ekstrem sedang terjadi,” kata Guterres, menyerukan kepada dunia untuk “bangkit menghadapi tantangan kenaikan suhu.”
Laporan: Redaksi