Bekasi, Jawa Barat (Indonesia Window) – Para pemimpin G20 menyepakati pernyataan akhir pada Ahad (31/10) yang mendesak tindakan “bermakna dan efektif” untuk membatasi pemanasan global, menurut laporan Reuters yang dikutip pada Senin.
Di sisi lain, para aktivis iklim menyatakan kemarahan karena forum beranggotakan 19 negara dan Uni Eropa tersebut hanya menawarkan sedikit komitmen yang nyata.
Hasil negosiasi alot berhari-hari di antara para diplomat menyisakan pekerjaan besar yang harus dilakukan pada KTT iklim COP26 PBB di Skotlandia, yang dimulai pekan ini.
Presiden AS Joe Biden mengatakan dia kecewa dengan hasil forum dan menyalahkan China dan Rusia karena tidak membawa proposal ke dalam pertemuan tingkat tinggi G20.
“Kekecewaan terkait dengan fakta bahwa Rusia dan China pada dasarnya tidak memunculkan komitmen apa pun untuk menangani perubahan iklim,” kata Biden kepada wartawan.
Meskipun G20 berjanji untuk menghentikan pembiayaan pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri, mereka tidak menetapkan jadwal untuk menghentikannya secara bertahap di dalam negeri.
Namun, Perdana Menteri Italia Mario Draghi sebagai pemimpin pertemuan di Roma, memuji kesepakatan akhir.
Dia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya semua negara G20 telah sepakat tentang pentingnya membatasi pemanasan global pada tingkat 1,5 derajat Celcius yang menurut para ilmuwan sangat penting untuk menghindari bencana.
“Kami memastikan bahwa impian kami tidak hanya hidup tetapi mereka berkembang,” kata Draghi pada konferensi pers penutupan KTT G20, menepis kritik dari para pemerhati lingkungan bahwa G20 belum berjalan cukup jauh untuk menyelesaikan krisis.
G20, yang meliputi Brasil, China, India, Jerman dan Amerika Serikat, menyumbang 60 persen dari populasi dunia dan sekitar 80 persen dari emisi gas rumah kaca global.
Ambang batas 1.5 derajat Celsius adalah angka yang disepakati para ahli PBB yang harus dipenuhi untuk menghindari akselerasi dramatis kejadian iklim ekstrem seperti kekeringan, badai dan banjir. Untuk mencapai itu mereka merekomendasikan emisi bersih harus dicapai pada tahun 2050.
Kelangsungan hidup negara-negara dataran rendah dipertaruhkan dalam masalah pemanasan global. Mata pencaharian ekonomi di seluruh dunia dan stabilitas sistem keuangan global juga akan terdampak.
“Ini adalah momen bagi G20 untuk bertindak dengan tanggung jawab yang mereka miliki sebagai penghasil emisi terbesar, namun kami hanya melihat tindakan setengah-setengah daripada tindakan mendesak yang konkret,” kata Friederike Roder, wakil presiden kelompok advokasi pembangunan berkelanjutan Global Citizen.
Laporan: Raihana Radhwa