Solidaritas G20 diharapkan semakin kuat untuk mengatasi krisis global, termasuk perubahan iklim dan ekonomi global yang kini tertatih-tatih menuju jurang di tengah bangkitnya kembali proteksionisme, unilateralisme, dan hegemonisme.
Bali (Xinhua) – Sejarah dipenuhi oleh krisis, dan dari krisis itu dunia bangkit sebagai tempat yang lebih aman dan lebih baik. Masa-masa kritis itu menunjukkan bahwa persatuan dan kerja sama global adalah kekuatan penting untuk mengubah keadaan.
Di seluruh dunia, pandemik COVID-19 yang berkepanjangan terus merajalela. Ekonomi global tertatih-tatih menuju jurang, dan bangkitnya kembali proteksionisme, unilateralisme, dan hegemonisme menjadi ancaman besar bagi perdamaian dan pembangunan dunia, belum lagi berbagai macam tantangan global mendesak lainnya seperti perubahan iklim.
Ketika para pemimpin dari 20 ekonomi utama dunia bersiap untuk bertemu di Bali, tidak dapat dipungkiri bahwa penting bagi mereka untuk mengirimkan pesan yang jelas tentang menjunjung tinggi solidaritas G20 serta menolak pola pikir menang-kalah (zero-sum) dan konfrontasi blok.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 20 (G20) di Bali, yang mengusung tema ‘Pulih Bersama, Bangkit Lebih Kuat’ (Recover Together, Recover Stronger), mengungkapkan realisme bahwa hanya dengan mendorong dan menyinergikan upaya internasional, umat manusia akan mampu mengatasi berbagai tantangan berat saat ini dan menjadi sejahtera di masa depan.
KTT G20 di Bali digelar di tengah kekhawatiran terkait resesi ekonomi yang menghantui banyak wilayah di dunia. Di saat sederet faktor bergabung untuk menciptakan prospek ekonomi global yang suram, upaya berbahaya beberapa negara untuk menabur perpecahan dan membentuk lingkaran dan blok kecil dan eksklusif harus menjadi perhatian utama.
Saat ini, dunia juga sangat membutuhkan ekonomi-ekonomi utama ini untuk memperkuat koordinasi kebijakan makroekonomi. Negara maju tertentu terus membuat kebijakan moneter yang agresif tanpa pertimbangan yang cukup mengenai dampaknya di belahan dunia lain, terutama di negara berkembang.
Pemulihan ekonomi global yang lebih kuat membutuhkan kerja sama yang saling menguntungkan dan keterbukaan yang lebih besar. Sebagai ekonomi-ekonomi terdepan di dunia, negara-negara G20 perlu mengirimkan pesan yang jelas untuk menentang unilateralisme, proteksionisme, dan apa yang disebut sebagai keyakinan yang salah terkait pemisahan (decoupling).
Mereka juga harus berkomitmen untuk membangun ekonomi dunia yang terbuka dan memfasilitasi arus talenta dan teknologi, faktor-faktor penting dalam mendorong kekuatan pertumbuhan baru dalam pemulihan yang kuat dan berkelanjutan.
KTT G20 di Bali digelar ketika dunia masih dalam keadaan ‘terluka’ akibat pandemik yang menghancurkan. Perjuangan global memerangi COVID-19 yang berlangsung selama hampir tiga tahun seharusnya menjadi pengingat nyata tentang betapa dunia saling terhubung. Saat berhadapan dengan musuh bersama, tidak ada seorang pun yang aman sampai semua orang aman.
COVID-19 tentunya tidak akan menjadi krisis kesehatan global terakhir. Dengan pengaruh yang dimiliki oleh negara-negara anggotanya, G20 harus memimpin dalam upaya bersama untuk memperkuat ketahanan kesehatan global dan membantu menjadikan sistem kesehatan global lebih inklusif, adil, dan tanggap terhadap krisis.
Jika sejarah dijadikan pedoman, masa depan umat manusia bergantung pada solidaritas dan penyelesaian masalah di masa-masa sulit. Semua negara menaiki bahtera raksasa yang menjadi penopang masa depan mereka. Itulah cara agar mereka bisa menjadi cukup kuat untuk menghadapi badai bersama.
Berdiri di persimpangan penting dalam sejarah umat manusia, ekonomi-ekonomi utama dunia memikul tanggung jawab yang signifikan untuk tetap berada di jalur yang benar. Berkomitmen untuk membagikan peluang pengembangannya dengan seluruh dunia, China membuktikan ucapannya tentang keterbukaan dan bekerja sama dengan seluruh dunia.
Dalam upacara pembukaan Pameran Impor Internasional China (China International Import Expo/CIIE) kelima pada awal bulan ini, Presiden China Xi Jinping mengatakan China akan bekerja sama dengan semua negara dan semua pihak untuk membagikan peluang di pasarnya yang luas, dari keterbukaan institusionalnya, dan dari kerja sama internasional yang diperdalam.
“China siap bekerja sama dengan semua negara untuk mempraktikkan multilateralisme sejati, membangun lebih banyak konsensus untuk keterbukaan, bersama-sama mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapi pertumbuhan ekonomi global, dan memastikan bahwa komitmen kami terhadap keterbukaan akan membawa prospek yang luas bagi pembangunan global,” ujar Xi.
Umat manusia sekali lagi berada di titik kritis, dan semua mata tertuju pada para pemimpin. G20, yang menyumbangkan sekitar dua pertiga populasi dunia dan mewakili lebih dari 80 persen produk domestik bruto dunia serta 75 persen perdagangan internasional, harus menanggapi seruan tersebut dan bekerja sama untuk mengamankan pemulihan dan kemakmuran ekonomi global.
Laporan: Redaksi