Banner

Ethiopia terancam jadi gurun meskipun miliaran pohon sudah ditanam

Taman Nasional Amboseli di Kenya. (Jordi Fernandez on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Ethiopia yang berbatu dan terkurung daratan di Afrika masih dibayangi oleh ancaman penggurunan (desertifikasi) meskipun miliaran pohon telah ditanam selama empat tahun terakhir, kata para ahli.

Berbicara kepada Kantor Berita Anadolu pada malam Hari Memerangi Desertifikasi dan Kekeringan Sedunia, yang diperingati pada Jumat (17/6), Yitebitu Moges, peneliti dan koordinator di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ethiopia, mengatakan langkah-langkah pemerintah untuk memerangi penggurunan didasarkan pada reboisasi dan penghijauan.

“Reboisasi adalah menanam pohon yang hutannya semakin berkurang sedangkan penghijauan adalah menciptakan hutan baru dengan menanam pohon baru yang sebelumnya tidak ada pohonnya,” terangnya.

Yitebitu mengatakan, sementara tingkat penggurunan telah menunjukkan penurunan yang stabil selama 10 tahun terakhir, proses ini terus menjadi ancaman bagi ekologi Eithiopia.

“Namun, penggurunan masih merupakan ancaman nyata, dengan Gurun Sahara dan gurun di Sudan dapat meluas ke Ethiopia,” katanya, seraya menambahkan, total luas hutan di Etiopia hanya mencapai 15,5 persen.

Para ahli menggambarkan penggurunan sebagai jenis degradasi lahan di lahan kering di mana produktivitas biologis hilang karena proses alam atau disebabkan oleh aktivitas manusia di mana daerah subur menjadi semakin gersang.

Menurut Yitebitu, beberapa penyebab penggurunan yang teridentifikasi di negara Tanduk Afrika adalah pertumbuhan populasi yang membutuhkan lebih banyak lahan pertanian, penggundulan hutan, penggembalaan berlebihan, praktik pertanian yang buruk, dan produksi arang dari hutan.

“Ada pedagang arang tipe mafia terorganisir di banyak kota dan kota kecil di Ethiopia. Mereka mengorganisir pemuda pengangguran dan petani miskin di daerah pedesaan dan membiayai produksi arang yang mereka ekspor ke negara tetangga,” katanya.

Selama konflik dan kekeringan, orang cenderung mencari nafkah dengan terlibat dalam produksi arang.

Yitebitu mengatakan kehadiran jutaan pengungsi di Ethiopia juga menyebabkan deforestasi.

Selama empat tahun terakhir, Ethiopia telah menerapkan kampanye penanaman pohon yang gencar yang dikenal sebagai Green Legacy atau Warisan Hijau, sebuah proyek yang merupakan gagasan dari Perdana Menteri Abiy Ahmed Ali.

“Data menunjukkan Ethiopia telah berhasil menanam 18 miliar bibit pohon selama tiga tahun terakhir,” Billene Seyoum, sekretaris pers perdana menteri, mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers di pekan yang lalu.

Pemerintah Ethiopia tahun lalu mendistribusikan satu miliar pohon ke negara-negara tetangga termasuk Eritrea dan Djibouti sebagai bagian dari upaya untuk menyebarkan gagasan Warisan Hijau di luar perbatasan.

Yitebitu mengatakan memerangi penggurunan membutuhkan pengelolaan berkelanjutan, konservasi, peningkatan lahan hutan yang ada, dan pemulihan lahan terdegradasi, selain meningkatkan kesadaran publik dan membangun kapasitas nasional.

Menurut dia, selama berabad-abad hutan Etiopia telah dihancurkan dan negara itu berjuang untuk melindungi hutan yang tersisa di bagian Barat Daya, Bale di Oromia tengah, wilayah Benishangul-Gumuz, dan Gambella.

PBB telah menggambarkan penggurunan sebagai tantangan serius bagi pembangunan berkelanjutan dan kemampuan umat manusia untuk bertahan hidup di banyak wilayah di dunia.

Konvensi PBB untuk Memerangi Penggurunan (UNCCD) telah menetapkan batas waktu 2030 bagi negara-negara untuk membuka jalan memerangi penggurunan dan mendorong pembangunan berkelanjutan.

Sumber: Anadolu Agency

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan