Eskalasi konflik terbaru terjadi usai insiden ledakan yang menyasar penyeranta (pager) dan walkie-talkie di seluruh Lebanon, yang menewaskan puluhan orang dan menimbulkan kegelisahan di seluruh penjuru negara itu.
Beirut, Lebanon (Xinhua/Indonesia Window) – Jumlah korban tewas akibat serangan udara terbesar Israel di Lebanon sejak pecahnya konflik Israel-Palestina telah meningkat menjadi 492 orang, dengan korban luka mencapai 1.645 orang, ungkap Kementerian Kesehatan Lebanon pada Senin (23/9) malam waktu setempat.
Serangan udara skala besar Israel di Lebanon telah mendorong konflik antara Israel dan Hizbullah ke level baru. Eskalasi konflik terbaru ini terjadi usai insiden ledakan yang menyasar penyeranta (pager) dan walkie-talkie di seluruh Lebanon, yang menewaskan puluhan orang dan menimbulkan kegelisahan di seluruh penjuru negara itu.
Herzi Halevi, kepala militer Israel, pada Senin malam mengumumkan bahwa Israel sedang mempersiapkan “tahap berikutnya” dari operasi militernya, seiring Pasukan Pertahanan Israel (Israeli Defense Forces/IDF) menyasar sekitar 1.100 lokasi di Lebanon selatan dan timur.
Sebagai respons terhadap serangan Israel tersebut, Hizbullah menembakkan lebih dari 180 roket ke arah Israel utara pada Senin, menurut laporan militer Israel.
Serangan itu memicu kecaman dari komunitas regional maupun internasional.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengecam serangan Israel itu, menyebutnya sebagai “perang pemusnahan” (a war of extermination) dalam sebuah pertemuan kabinet.
Pada Senin, Mesir mengutuk serangan Israel terhadap Lebanon, seraya memperingatkan bahwa eskalasi militer Israel hanya akan memperburuk krisis.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani memperingatkan soal konsekuensi serius dari “upaya Israel untuk memperluas konflik di seluruh kawasan Asia Barat,” sementara Kementerian Luar Negeri Turkiye menyatakan bahwa serangan tersebut “menandai tahap baru dalam upaya Israel untuk menyeret seluruh kawasan ke dalam kekacauan.”
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengungkapkan “kekhawatiran besar” tentang eskalasi ketegangan di kawasan tersebut dan menyuarakan kekhawatiran serius terkait keselamatan warga sipil, termasuk personel PBB. Dia mendesak pelaksanaan deeskalasi segera dan pencapaian solusi diplomatik untuk krisis tersebut.
Laporan: Redaksi