Ekspor cip Korea Selatan anjlok 44,5 persen dalam periode setahun menjadi 6,0 miliar dolar AS pada Januari, menyebabkan neraca perdagangan negara ini tetap berada di zona merah selama 11 bulan berturut-turut hingga Januari 2023.
Seoul, Korea Selatan (Xinhua) – Menteri Perekonomian dan Keuangan Korea Selatan (Korsel) Choo Kyung-ho pada Kamis (16/2) mengatakan bahwa defisit perdagangan berkelanjutan dan kemerosotan ekspor negara itu dapat dikaitkan dengan harga energi yang tinggi dan permintaan cip yang rendah.
Choo, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri untuk urusan ekonomi, mengatakan dalam sebuah rapat darurat dengan para menteri yang berkaitan dengan ekonomi bahwa permintaan untuk energi pada musim dingin tidak melemah terlepas dari kenaikan harga energi seperti minyak mentah dan gas alam.
Sang menteri menyebutkan bahwa kelesuan ekspor untuk semikonduktor, yang menyumbangkan sekitar 20 persen dari total ekspor negara tersebut, semakin mendalam setelah penurunan ekonomi global.
Ekspor Korsel turun 16,6 persen pada Januari dari setahun sebelumnya, mempertahankan tren penurunan selama empat bulan berturut-turut.
Defisit perdagangan pada Januari mencapai rekor tertinggi bulanan sebesar 12,69 miliar dolar AS, melampaui 10 miliar dolar AS untuk kali pertama sejak data terkait mulai dihimpun pada 1956.
Neraca perdagangan tetap berada di zona merah selama 11 bulan berturut-turut hingga Januari.
Ekspor cip anjlok 44,5 persen dalam periode setahun menjadi 6,0 miliar dolar AS pada Januari.
Impor minyak mentah merosot 10,0 persen menjadi 6,94 miliar dolar AS pada Januari karena harga minyak stabil, tetapi impor gas alam dan batu bara masing-masing naik menjadi 6,77 miliar dolar AS dan 2,08 miliar dolar AS.
*1 dolar AS = 15.176 rupiah
Laporan: Redaksi