Dubes Arrmanatha C. Nasir menyampaikan bahwa beragam tantangan yang dihadapi oleh dunia kelautan saat ini menjadikan peran ISA kian sentral.
Jakarta (Indonesia Window) – Dubes Arrmanatha C. Nasir menyerahkan Surat Kepercayaan (kredensial) sebagai Wakil Tetap Republik Indonesia (Watapri) untuk Otoritas Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority /ISA) kepada Sekretaris Jenderal ISA, Michael W. Lodge, di Markas Besar ISA, Kingston, Jamaica pada Selasa (25/7).
Dalam pertemuannya dengan Sekjen ISA, Dubes Arrmanatha C. Nasir menyampaikan bahwa beragam tantangan yang dihadapi oleh dunia kelautan saat ini menjadikan peran ISA kian sentral, ungkap Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip Indonesia Window pada Rabu.
Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat kerja sama yang konstruktif dengan ISA dalam menjamin pengelolaan aktivitas di Kawasan Dasar Laut Internasional (KDLI) dapat sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia, sesuai dengan hukum internasional, dan berkontribusi pada pencapaian Sasaran Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDG2030).
Duta Besar Arrmanatha Nasir menjadi Wakil Tetap RI untuk ISA pertama yang menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Sekretaris Jenderal ISA berdasarkan Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan Kelima Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri.
ISA merupakan organisasi internasional bentukan the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Indonesia telah menjadi negara anggota ISA sejak organisasi ini terbentuk di tahun 1994. Saat ini terdapat 169 negara anggota ISA.
Pada 2024 mendatang Indonesia akan melanjutkan tugasnya sebagai Anggota Dewan ISA hingga tahun 2026 setelah pada tahun 2023 ini bertukar posisi dengan Nauru.
Saat ini ISA tengah menegosiasikan Rancangan Aturan Eksploitasi di KDLI. Aturan ini akan menjadi dasar hukum yang mengatur aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang terkandung di KDLI.
Indonesia, sebagai negara pihak pada (the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan Perjanjian 1994, berupaya untuk memastikan agar aturan eksploitasi KDLI ini menyeimbangkan kepentingan perlindungan lingkungan laut dengan pembangunan ekonomi global yang merata.
Laporan: Redaksi