Drone pengiriman China mendobrak batasan di Gunung Qomolangma, mengumpulkan pengalaman dan data yang berharga untuk pengembangan industri kendaraan udara nirawak (unmanned aerial vehicle/UAV) di negara tersebut.
Shenzhen, China (Xinhua) – Uji coba pengiriman drone pertama di dunia di Gunung Qomolangma di sisi Nepal, yang dilakukan oleh produsen drone asal China DJI, mendemonstrasikan potensi industri drone China dalam memfasilitasi pendakian gunung di dataran tinggi, penyelamatan darurat, dan perlindungan lingkungan.
“Kemampuan untuk mengangkut peralatan, pasokan, dan limbah dengan aman menggunakan drone berpotensi merevolusi logistik pendakian Gunung Qomolangma, memfasilitasi upaya pembersihan sampah, dan meningkatkan keamanan bagi semua pihak yang terlibat,” ujar Christina Zhang, Direktur Strategi Korporat Senior DJI, yang berkantor pusat di Shenzhen, Provinsi Guangdong, China selatan.
Dalam uji coba pada April, DJI FlyCart 30 digunakan untuk menerbangkan tiga botol oksigen dan 1,5 kg pasokan lainnya dari Base Camp (di ketinggian 5.364 meter) ke Camp 1 (di ketinggian sekitar 6.000 meter) di puncak tertinggi di dunia tersebut, serta mengangkut sampah dalam penerbangan pulangnya.
Dalam uji coba tersebut, FlyCart 30 terbang setinggi 6.191,8 meter di Gunung Qomolangma yang terletak di perbatasan Nepal dan China, dan mampu membawa muatan seberat 15 kg dengan stabil di ketinggian 6.000 meter.
Tim DJI bertekad mengatasi hambatan transportasi dari Base Camp ke Camp 1, yang dipisahkan oleh Air Terjun Es Khumbu, salah satu area pendakian paling berbahaya di lereng selatan.
Drone yang tidak dimodifikasi dapat menempuh penerbangan pulang pergi di antara kedua kamp itu dengan mengangkut beban seberat 15 kg dalam 12 menit pada siang atau malam hari. Meskipun secara teoretis mampu melakukan penerbangan yang sama, helikopter jarang digunakan karena bahaya dan biayanya yang besar.
Drone pengiriman DJI dimaksudkan untuk meringankan beban para pemandu lokal dari etnis Sherpa, yang berulang kali mempertaruhkan nyawa mereka untuk melewati Air Terjun Es Khumbu yang berbahaya, kata pihak DJI.
Secara tradisional, para pemandu dari etnis Sherpa bertanggung jawab atas pengangkutan pasokan dan pembersihan sampah di Gunung Qomolangma, dan kemungkinan perlu menyeberangi air terjun es itu lebih dari 30 kali dalam satu musim untuk mengangkut pasokan seperti botol oksigen, tabung gas, tenda, makanan, dan tali.
Selain keselamatan pendaki dan pemandu mereka, isu lingkungan juga semakin mencuat dalam beberapa tahun terakhir, karena semakin banyak pendaki yang datang berarti semakin banyak pula sampah dan limbah yang dihasilkan.
Zhang mengatakan bahwa DJI berharap drone buatannya dapat menyediakan transportasi untuk pendakian komersial, mengurangi kecelakaan, dan mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pendakian gunung melalui program pembersihan sampah untuk melindungi Gunung Qomolangma.
Setelah pengujian tersebut, operator drone asal Nepal telah mulai menawarkan layanan pengiriman drone secara reguler di Gunung Qomolangma sejak 22 Mei.
Di China, drone pengiriman DJI telah digunakan di rute-rute pendakian komersial yang sudah matang, seperti Gunung Gongga, untuk membantu mengangkut pasokan.
Drone pengiriman China mendobrak batasan di Gunung Qomolangma, mengumpulkan pengalaman dan data yang berharga untuk pengembangan industri kendaraan udara nirawak (unmanned aerial vehicle/UAV) di negara tersebut, kata Jin Wei, Wakil Sekretaris Jenderal Aliansi Inovasi Industri UAV China.
Akibat keterbatasan komunikasi dan daya, penerbangan di ketinggian tertentu hanya dapat dilakukan oleh pesawat bertenaga turbin dan helikopter, yang harga beli dan biaya pemeliharaannya tergolong tinggi serta memiliki keterbatasan operasional, kata Jin.
“Saya yakin lebih banyak produk UAV kami yang akan digunakan di lingkungan yang keras seperti dataran tinggi dan daerah yang sangat dingin, padang pasir, dan lautan, membantu kami menyelesaikan pekerjaan dan membuat terobosan di lebih banyak skenario,” kata Jin.
“Drone dapat menggantikan helikopter sebagai kendaraan transportasi yang berisiko relatif rendah untuk menambah pasokan di dataran tinggi, yang akan sangat memperluas ruang penggunaan UAV,” kata Cai Yong, seorang insinyur senior di East China Normal University.
Uji coba transportasi altitudo tinggi yang sukses akan memacu perkembangan pesat industri drone sipil hulu dan hilir serta semakin memperluas skenario penggunaan dan permintaan pasar dari ekonomi ketinggian rendah, membangun fondasi bagi ekonomi ketinggian rendah China untuk mendapatkan keuntungan awal, kata Zhu Hang, seorang profesor di Fakultas Teknik Mesin dan Kedirgantaraan Universitas Jilin.
Industri UAV China memiliki rata-rata pertumbuhan tahunan lebih dari 20 persen dalam beberapa tahun terakhir, dan menjadi pendorong baru bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak drone listrik telah digunakan di bidang pertanian dan kehutanan, inspeksi saluran listrik, logistik, dan penyelamatan darurat, dan setiap terobosan besar akan membantu menghemat sumber daya manusia dan material serta melindungi keselamatan nyawa dan properti, kata Jin.
Kebijakan China tentang ekonomi ketinggian rendah, manajemen wilayah udara ketinggian rendah, dan pengembangan skenario penerapan pasti akan semakin memperkuat dorongan bagi industri UAV, kata Qi Juntong, chairman produsen drone EFY Intelligent Control (Tianjin) Technology Co., Ltd.
Laporan: Redaksi