Banner

Feature – Di World Water Forum, mari dengarkan kearifan Sungai Yangtze

Foto tak bertanggal ini menampilkan pemandangan di Jembatan Sungai Yangtze Nanjing, China timur. (Xinhua)

Dialog Nanjing 2024 tentang Budaya Sungai Yangtze menghubungkan sejumlah negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei, dengan fokus pada tema Sungai yang Mengalir, Masa Depan yang Menyatu (Flowing Rivers, Converging Future) dan memfasilitasi dialog tentang peradaban kota sungai.

 

World Water Forum (WWF) ke-10, ajang terpenting di sektor air global, digelar di Bali dengan 30.000 peserta dari 172 negara berkumpul untuk mendiskusikan sejumlah isu global dan solusi yang berkaitan dengan air. Acara tersebut mengusung tema ‘Air untuk Kemakmuran Bersama’ (Water for Shared Prosperity). Kata kunci ‘Sungai Yangtze’ menarik perhatian karena signifikansi geografis, sejarah, dan budayanya yang lebih luas.

Dialog Nanjing 2024 tentang Budaya Sungai Yangtze, yang diselenggarakan bersama oleh Nanjing dari China, panitia World Water Forum, dan UNESCO, akan berlangsung sebagai dialog khusus selama forum tersebut berlangsung. Ajang ini menghubungkan sejumlah negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei, dengan fokus pada tema ‘Sungai yang Mengalir, Masa Depan yang Menyatu’ (Flowing Rivers, Converging Future) dan memfasilitasi dialog tentang peradaban kota sungai. Ajang ini merupakan pendekatan inovatif dari Nanjing dalam memanfaatkan air sebagai media dan merupakan manifestasi praktis dari filosofi China yang selalu waspada terhadap bahaya bahkan di saat-saat damai, yang mempromosikan gagasan pembangunan berkelanjutan bagi umat manusia. Memanfaatkan platform World Water Forum untuk memperkuat suara ‘pertukaran antara peradaban Sungai Besa’ memang merupakan konvergensi yang tak terduga, sama seperti pertemuan sungai-sungai yang mengalir deras.

Nanjing, sebuah kota besar yang terletak di hilir Sungai Yangtze, sungai terpanjang ketiga di dunia dan terpanjang di Asia, menjadi model yang berorientasi pada masa depan untuk advokasi pembangunan hijau dan keselarasan antara manusia dan alam di China. Kota ini memiliki ekonomi yang maju, populasi yang besar, dan pembangunan perkotaan yang dijiwai dengan teknologi. Jika seseorang ingin mengamati tren masa lalu, masa kini, dan terutama masa depan Sungai Yangtze, Nanjing merupakan titik fokus internasional yang tidak dapat diabaikan.

Saat ini, wisatawan dapat melakukan penerbangan langsung dari Bandar Udara Internasional Lukou Nanjing ke Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk memulai perjalanan romantis ke Bali. Seiring dengan meningkatnya kerja sama ekonomi, perdagangan, dan budaya antara China dan Indonesia, tidak sulit untuk menemukan teman dari Nanjing di Indonesia. Sama halnya dengan Bali, Nanjing juga memiliki sumber daya pariwisata yang kaya, terutama pemandian air panas. Pada 2008, merek mewah Kayumanis dari Bali mendirikan resor pertamanya di Tangshan Hot Spring Tourist Resorts, sebuah daerah di Nanjing yang kaya akan sumber air panas. Resor yang dibangun oleh tim Indonesia ini memiliki akomodasi vila eksklusif dan telah menjadi favorit di kalangan penduduk Nanjing dan pengunjung selama 16 tahun sejak pembukaannya.

Banner
Dialog Nanjing 2024
Foto tak bertanggal ini menampilkan tahap penyelesaian pembangunan Jembatan Sungai Yangtze Nanjing kelima, di China timur. (Xinhua)

Masyarakat Nanjing memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Sungai Yangtze, sungai ibu di China. Perlindungan dan pemanfaatan Sungai Yangtze oleh mereka dilakukan secara terukur dan bijaksana. Mereka melindungi lingkungan ekologi Sungai Yangtze sambil memberikan kesempatan bagi warga dan wisatawan untuk terhubung dengan sungai itu. Selama beberapa tahun, mereka telah secara sistematis mereklamasi lahan konstruksi ekonomi di sepanjang sungai itu, seperti pabrik dan dermaga, serta mengubahnya menjadi jalur olahraga, taman lahan basah, alun-alun budaya, dan tujuan wisata industri melalui restorasi ekologi. Saat ini, pada hari libur, tepian Sungai Yangtze dipadati oleh warga dan wisatawan yang melakukan aktivitas fisik, berkemah, berjemur, atau dengan penuh semangat mengabadikan foto dengan latar belakang matahari terbenam di sungai itu.

Hasil dari restorasi ekologis makin nyata dalam beberapa tahun terakhir. Lumba-lumba tanpa sirip, yang pernah menghilang dari bagian Sungai Yangtze di Nanjing, kini kerap muncul di sejumlah bagian sungai urban di kota tersebut. Karenanya, Nanjing menjadi satu-satunya kota di China tempat lumba-lumba tanpa sirip liar dapat dilihat di bagian sungai urban. Pada Mei lalu, Nanjing membangun titik observasi lumba-lumba tanpa sirip di Binjiang Scenic Belt di Distrik Gulou, tempat lumba-lumba itu sering muncul, dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam perlindungan ekologi air Sungai Yangtze melalui pengalaman sains yang mendalam serta serangkaian metode interaktif.

Foto tak bertanggal ini menampilkan lumba-lumba tak bersirip Yangtze Taotao berenang di Institut Penelitian Lumba-lumba Baiji, China. (Xinhua)

Ada pepatah populer di kalangan masyarakat China, yakni ‘Perairan yang jernih dan pegunungan yang subur merupakan aset yang tak ternilai’. Upaya Nanjing untuk melindungi Sungai Yangtze tidak menghambat ekonomi kota tersebut; sebaliknya, upaya tersebut justru menarik makin banyak perusahaan teknologi tinggi karena lingkungan ekologis yang membaik. Xiaomi, merek teknologi asal China yang akrab di telinga masyarakat Indonesia, baru-baru ini mendirikan kantor pusatnya di Distrik Jianye, sebuah distrik tepi sungai di Nanjing, China timur. Lokasi tersebut kini menjadi pusat penelitian dan pengembangan (litbang) terbesar di China di luar kantor pusat Xiaomi yang berada di Beijing. Selain itu, makin banyak wisatawan yang memilih Nanjing sebagai destinasi wisata mereka. Pada hari pertama liburan Hari Buruh tahun ini, sebanyak 1,977 juta orang mengunjungi Nanjing, sebuah angka yang mengejutkan mengingat jumlah penduduk tetap kota tersebut sekitar 9,547 juta jiwa. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Nanjing pun terus meningkat, dan kini banyak wisatawan yang menambahkan tepi sungai Nanjing ke dalam itinerari mereka selain situs-situs budaya tradisional.

‘Air untuk Kemakmuran Bersama’ membutuhkan kekuatan pertukaran peradaban. Pada World Water Forum tahun ini, kearifan dari Sungai Yangtze patut mendapatkan perhatian dan pertimbangan yang lebih besar.

Selesai

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan