Dialog kebijakan yang berlangsung di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada Kamis (6/7) tersebut mempertemukan perwakilan dari pusat-pusat kajian negara-negara anggota ASEAN.
Jakarta (Indonesia Windows) – Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri RI, telah menyelenggarakan dialog kebijakan dengan tema ‘ASEAN Policy Dialogue on the Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia (dialog kebijakan ASEAN terkait Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara).
Siaran pers yang diterima Indonesia Window menyebutkan dialog kebijakan yang berlangsung di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada Kamis (6/7) tersebut mempertemukan perwakilan dari pusat-pusat kajian negara-negara anggota ASEAN, dengan tujuan merefleksikan signifikansi dan relevansi TAC dengan konteks global saat ini.
Dialog kebijakan tersebut juga menghadirkan pembicara dari pusat kajian China dan India yang merupakan dua negara mitra ASEAN pertama yang turut mengaksesi TAC sejak 2003.
Kegiatan ini merupakan inisiasi Indonesia dalam posisinya sebagai Ketua ASEAN 2023.
Dalam video sambutannya, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menyampaikan bahwa TAC sejak disepakati 47 tahun lalu telah menjadi legally binding code dalam hubungan antar negara di kawasan.
TAC menjadi pilar penting dalam menjaga perdamaian, keamanan dan kestabilan Asia Tenggara. Oleh sebab itu, TAC merupakan pondasi bagi kerja sama yang konkrit dan inklusif di bidang-bidang yang menjadi perhatian bersama.
“Memperkuat kerja sama akan memperkuat rasa saling percaya, dengan demikian akan mengubah persaingan menjadi kerja sama, baik di antara negara-negara anggota ASEAN maupun dengan negara-negara mitra dialog,” kata menteri.
Seluruh peserta dialog menyampaikan bagaimana pentingnya TAC dalam menyumbang menjaga perdamaian dan kestabiilan kawasan. Walaupun TAC disepakati di era Perang Dingin, perjajnjian tesebut tetap relevan dalam konteks saat ini yang diwarnai oleh persaingan geopolitik.
Kepala BSKLN, Dr. Yayan G.H. Mulyana, dalam paparannya menyampaikan pentingnya TAC dalam menghadapi kondisi yang sangat dinamis baik di kawasan maupun global.
Saat ini 50 negara dari berbagai kawasan telah mengaksesi TAC, sehingga menjadi sangat penting menilai peluang dan implikasi dari universalisasi dari TAC.
Lebih lanjut Dr. Yayan Mulyana menyampaikan harapan kegiatan ASEAN Policy Dialogue yang diadakan untuk pertama kalinya ini dapat menjadi awal untuk membangun komunitas bagi para perumus kebijakan strategis dari negara anggota dan mitra ASEAN.
“Dalam 47 tahun ke depan kita diharapkan melihat Asia Tenggara berkembang pesat menjadi kawasan yang menyebarkan perdamaian, kestabilan dan kemajuan dengan menghormati prinsip-prinsip Treaty of Amity and Cooperation,” kata Yayan Mulyana.
Dalam sesi penutupan, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Sidharto Suryodipuro, menyampaikan harapan kiranya kegiatan ASEAN Policy Dialogue tidak hanya berhenti sebagai diskusi saja tetapi juga dapat memberikan rekomendasi kebijakan kepada para pengambil keputusan di ASEAN.
“Saya juga berharap kegiatan dialog kebijakan ini dapat dilanjutkan dan menjadi kegiatan tahunan ASEAN untuk membahas kebijakan ASEAN dalam isu-isu regional dan internasional,” ujarnya.
Laporan: Redaksi