Di balik keputusan Houthi jatuhkan sanksi terhadap pengekspor minyak utama AS
Houthi jatuhkan sanksi minyak terhadap 13 perusahaan, sembilan individu, dan dua kapal terkait ekspor minyak AS.
Aden, Yaman (Xinhua/Indonesia Window) – Kelompok Houthi Yaman baru-baru ini mengumumkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan minyak terbesar, eksekutif senior, dan kapal pengangkut minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Keputusan itu menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan dan stabilitas maritim di Laut Merah, salah satu koridor pelayaran paling vital di dunia, serta risiko-risiko yang mengganggu gencatan senjata antara AS dan Houthi.
Pusat Koordinasi Operasi Kemanusiaan (Humanitarian Operations Coordination Center/HOCC) di Sanaa, Yaman, menyampaikan bahwa Houthi telah menjatuhkan sanksi terhadap 13 entitas, sembilan individu, dan dua kapal AS.
Melalui situs jejaring resminya, HOCC, yang berfungsi sebagai badan penghubung antara otoritas Houthi dan operator pelayaran komersial serta memiliki keterkaitan erat dengan struktur militer Houthi, mengumumkan bahwa entitas yang masuk daftar hitam itu akan diperlakukan “sesuai dengan prinsip konfrontasi.”
Di antara entitas-entitas yang ditetapkan oleh Houthi tersebut, terdapat sejumlah raksasa minyak, seperti ExxonMobil, Chevron, ConocoPhillips, Phillips 66, dan Marathon Petroleum, bersama para eksekutif teratasnya, yang dituding melanggar dekret Houthi yang melarang ekspor minyak mentah AS.
HOCC menyatakan bahwa “HOCC akan menggunakan semua sarana dan instrumen yang tersedia untuk menghadapi setiap tindakan permusuhan yang diambil oleh negara atau kelompok mana pun terhadap Republik Yaman, sesuai dengan hukum yang berlaku dan peraturan terkait.”
Kenapa sekarang?
Bulan lalu, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap 32 individu dan entitas, serta empat kapal yang terkait dengan Houthi, dengan menyatakan bahwa langkah itu bertujuan untuk mengganggu penggalangan dana, operasi penyelundupan, dan serangan yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Pejabat Houthi di Sanaa menggambarkan sanksi balasan mereka sebagai tindakan pembelaan diri yang sah, sembari berpendapat bahwa Washington telah terlebih dulu memperuncing ketegangan dengan memasukkan perusahaan, kapal, dan individu Yaman yang terlibat dalam pengangkutan pasokan esensial ke negara yang dilanda perang itu ke dalam daftar hitam.
“Tidaklah masuk akal dan adil jika kami dikenai blokade serta sanksi, dan tetap diam menghadapi tindak penindasan semacam ini,” ujar Hamid Abdul-Qader, seorang penasihat pemerintah yang dipimpin Houthi, kepada media setempat.
Abdul-Qader menuturkan bahwa langkah terbaru ini diambil untuk melindungi hak rakyat Yaman dalam menghadapi tekanan eksternal yang bertubi-tubi.
Gencatan senjata terancam?
Sanksi Houthi terbaru itu diterapkan hanya beberapa bulan usai perwakilan Houthi dan Washington menyepakati gencatan senjata yang dimediasi oleh Oman pada Mei, sebuah kesepakatan yang menghentikan serangan udara AS di Yaman selama dua bulan. Sebagai imbalannya, kelompok Houthi berjanji untuk menghentikan serangan mereka terhadap kapal-kapal Amerika di Laut Merah.
Meski langkah terbaru Houthi ini menimbulkan kekhawatiran perihal kelangsungan dan masa depan gencatan senjata, para pejabat Houthi berpendapat sanksi mereka berada di luar cakupan kesepakatan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di platform media sosial X, Mohammed Al-Bukhaiti, yang merupakan anggota Biro Politik Houthi Yaman, mengatakan bahwa keputusan kelompok itu untuk melarang ekspor minyak AS di dalam area operasional mereka tidak melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Washington. Sebaliknya, Al-Bukhaiti menyebut keputusan itu sebagai langkah balasan yang dibenarkan terhadap apa yang dia gambarkan sebagai blokade yang diberlakukan oleh Amerika untuk membatasi pengiriman bahan bakar ke Yaman.
Al-Bukhaiti menekankan bahwa Houthi tidak akan menerima “perlakuan sepihak,” di mana AS dapat meningkatkan eskalasi militer dan memberlakukan tekanan ekonomi secara semena-mena. “Agresi akan dibalas dengan agresi, dan blokade dengan blokade,” ujarnya memperingatkan.
Muqbil Naji, seorang analis politik yang berbasis di Aden, mengatakan bahwa kendati Houthi bersikeras tindakan mereka bersifat defensif, AS dapat menafsirkannya secara berbeda.
“Jika Houthi bertindak lebih jauh dari sekadar deklarasi dan mulai secara aktif menargetkan kapal-kapal AS, Washington kemungkinan akan merespons secara militer,” ujar Naji, sembari memperingatkan bahwa kelompok itu “mempertaruhkan” perdamaian yang rapuh dari perspektif strategis.
Selesai
Penulis: Murad Abdo

.jpg)








