Daerah pegunungan Shichao di Provinsi Guizhou, China barat daya, yang memiliki kondisi alam buruk sehingga membuat penduduk desa tidak dapat membudidayakan berbagai tanaman khas, kini berubah menjadi area perkebunan dengan berbagai tanaman penghasil uang seperti kamperfuli (honeysuckle).
Guiyang, China (Xinhua) – Satu dekade lalu, penduduk desa di daerah pegunungan Shichao di Provinsi Guizhou, China barat daya, hidup dalam kemiskinan, mengais rezeki yang tak seberapa dengan menanam jagung.
Saat ini, mereka telah mengubah kehidupan dengan secara bertahap menanami pegunungan gersang di daerah itu dengan berbagai tanaman penghasil uang seperti kamperfuli (honeysuckle).
Pada 2012, Guo Zerong adalah salah satu penduduk desa pertama yang mengikuti seruan para pejabat Shichao, yang terletak di Wilayah Otonom Etnis Gelao dan Miao Wuchuan, untuk menanam kamperfuli di pegunungan tandus itu.
“Kamperfuli dapat bertahan dalam kekeringan, mudah dirawat, dan memiliki nilai ekonomi tinggi,” kata Guo. “Ini cocok untuk kami.”
Guo telah memperluas perkebunan kamperfuli miliknya yang sebelumnya berukuran kecil hingga kini luasnya mencapai lebih dari 4,67 hektare, membuat pendapatan tahunan rumah tangganya bertambah lebih dari 80.000 yuan atau sekitar 11.280 dolar AS.
Perkebunan kamperfuli yang luasnya mencapai 1.400 hektare saat ini menghasilkan sekitar 30 persen dari pendapatan siap dibelanjakan (disposable income) per kapita penduduk desa di Shichao, menurut data resmi.
Dengan rata-rata ketinggian 1.200 meter, Shichao, yang sering diguyur hujan dan diselimuti kabut, pernah terdaftar sebagai satu dari 20 daerah di Guizhou yang dilanda kemiskinan ekstrem.
Kondisi alam yang buruk membuat penduduk desa tidak dapat membudidayakan berbagai tanaman khas, kata ketua Partai di Shichao, Shen Gang.
Selama beberapa tahun, dengan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan koperasi lokal, berbagai tanaman khas telah ditanam di Shichao, termasuk Torreya China, kamperfuli, paprika, dan ceri, meningkatkan pendapatan penduduk setempat secara signifikan.
Tian Hua, seorang warga desa yang berusia 45 tahun, pada 2014 kembali ke Shichao dari Provinsi Guangdong, China selatan, untuk memulai bisnis.
Pada akhir 2017, dia mengangkut lebih dari 500 pohon ceri dari Kota Dalian, Provinsi Liaoning, China timur laut, ke Shichao dan sejak saat itu telah membangun 10 rumah kaca dan menanam hampir 20.000 pohon ceri.
Suhu, kelembapan, dan sistem kontrol cahaya di rumah kaca itu telah membantu pohon ceri tumbuh di Shichao, yang sejatinya tidak cukup hangat dan tidak dapat memberikan paparan sinar matahari yang cukup bagi tanaman tersebut.
“Selama lima tahun, perkebunan kami telah menghasilkan hampir 10.000 kg ceri, namun itu masih belum cukup untuk memenuhi permintaan lokal,” kata Tian.
Sementara itu, Tian telah menanam 20 hektare tanaman Herba Houttuyniae, plum, dan nektarin. Secara keseluruhan, dia telah membayar upah sebesar lebih dari 4 juta yuan.
Tian juga berencana untuk terjun ke sektor agrowisata, dan terus mendiversifikasi sumber pendapatan bagi masyarakat lokal.
“Shichao memiliki keunggulan unik untuk melakukan pembangunan. Jika dimanfaatkan dengan benar, desa dan kota di area-area dataran tinggi dan bersuhu dingin pasti akan mampu menciptakan caranya sendiri untuk melakukan revitalisasi pedesaan,” kata Shen Gang.
*1 yuan = 2.207 rupiah
**1 dolar AS = 15.617 rupiah
Laporan: Redaksi