Jakarta (Indonesia Window) – Antibodi, yang dikembangkan setelah infeksi strain virus corona Delta, mungkin tidak melindungi dari strain Omicron dan sebaliknya, kata Direktur Jenderal Pusat Studi Genetika Molekuler DNKOM Rusia, Andrei Isayev, kepada Kantor Berita TASS.
“Sejumlah besar mutasi berarti bahwa virion dari galur ini secara struktural berbeda dari virion galur lain. Mereka memiliki protein lonjakan yang berbeda. Itulah sebabnya antibodi yang dikembangkan oleh mereka yang sebelumnya menderita galur lain atau telah divaksinasi tidak dapat menahan Omicron,” terangnya.
Isayev melanjutkan, ini berarti bahwa tidak akan ada kekebalan silang antara Omicron dan strain lainnya.
“Oleh karena itu, antibodi yang dikembangkan setelah infeksi Omicron tidak akan melindungi diri terhadap Delta dan sebaliknya,” imbuhnya.
Maka, menurut dia, COVID-19 dapat dibagi menjadi dua populasi, yakni Covid-D dan Covid-O, seperti yang ditulis oleh seorang ahli biologi evolusioner dengan benar.
Isayev juga mencatat bahwa karena banyaknya mutasi pada Omicron, sulit untuk memprediksi bagaimana perilakunya di masa depan.
“Fenomena ini benar-benar baru,” kata ilmuan Rusia itu.
Pada 26 November, varian baru virus corona Omicron diidentifikasi di Afrika Selatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian B.1.1.529 sebagai “varian yang menjadi perhatian” atau variants of concern (VoC), dan memberinya huruf Yunani Omicron.
Dalam pernyataannya, WHO mencatat bahwa “varian ini memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan.”
Beberapa perubahan sekaligus dalam protein lonjakan berpotensi menghambat netralisasi patogen oleh antibodi yang dapat berdampak pada efektivitas vaksin.
Laporan: Redaksi