Magelang, Jawa Tengah (Indonesia Window) – Sejak Desember 2019, Kota Wuhan di China telah melakukan pemantauan influenza dan COVID-19.
Para peneliti China menemukan sejumlah kasus yang semuanya didiagnosis sebagai pneumonia atau infeksi paru.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan sebagai novel coronavirus (2019-nCoV) pada 12 Januari 2020.
Kelompok penelitian virus corona menjuluki virus sindrom pernafasan akut yang parah ini sebagai coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dan WHO menetapkan kondisi yang disebabkan olehnya sebagai penyakit coronavirus 2019 (COVID-19).
Di tengah lonjakan kasus harian di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, terutama dengan munculnya varian Omicron, para peneliti menemukan bahwa stem cells atau sel punca memiliki kemampuan yang signifikan dalam melakukan kontrol kekebalan dan penyembuhan cedera jaringan, terutama sel punca mesenkim (MSCs).
MSCs dan LSCs (sel progenitor) telah banyak digunakan dalam pengobatan infeksi virus dan penyakit, seperti cedera paru akut (ALI), dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak wabah COVID-19, terapi MSCs juga menjadi fokus. MSCs telah ditemukan dalam penelitian terbaru untuk secara efektif melemahkan respons inflamasi parah pada pasien SARS-CoV-2, meningkatkan fungsi paru, melindungi dan memperbaiki paru, dan memainkan peran positif dalam meredakan fibrosis paru pada pasien COVID-19.
Selain itu, berbagai organoid yang dihasilkan dari sel punca telah ditetapkan dalam banyak penelitian untuk menjadi model yang ideal dan memadai dalam menyelidiki kemungkinan dan mekanisme SARS-CoV-2 menginfeksi banyak organ, yang dapat membantu penelitian terapi klinis.
Para peneliti dari beberapa institusi itu, membahas bagaimana sel punca akan berperan dalam perang melawan COVID-19, yang mencakup tinjauan sistematis dan perspektif studi tentang terapi dan pemodelan penyakit berbasis sel punca COVID-19.
Sumber: news-medical.net
Laporan: Ditasari Amalia