Madinah, Arab Saudi (Indonesia Window) – Al-Quran adalah kumpulan kata dan kalimat Allah subhanahu wa ta’ala yang suci dan mulia.
Karenanya, cetakan kitab suci Umat Islam ini harus bebas dari setitik kesalahan, baik huruf maupun tanda baca.
Agar salinan Al-Quran yang dicetak bebas dari kekeliruan, baik sengaja maupun tak sengaja, percetakan Al-Quran terbesar di dunia milik Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang terletak di Madinah, Arab Saudi, Percetakan Al-Quran King Fahad menerapkan sejumlah prosedur yang sangat detil sebelum sebuah Al-Quran dicetak dalam jumlah jutaan.
Juru Bicara Percetakan Al-Quran King Fahad, Saleh Al-Husain, menjelaskan bahwa secara garis besar ada lima langkah yang dilakukan oleh tim percetakan sebelum mencetak Al-Quran dalam jumlah masal, dan hal itu dimulai dari membuat naskah seperti saat pertama kali Al-Quran ditulis pada zaman Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
“Pertama, kita buat salinan naskah Al-Quran yang ditulis hanya dengan huruf Arab tanpa satu pun tanda baca, atau sama persis seperti mushaf Al-Quran pertama di zaman Khalifah Utsman bin Affan,” kata Saleh.
Naskah Al-Quran tanpa tanda baca dan tanda huruf tersebut dicetak lembar demi lembar untuk diperiksa oleh sebuah tim yang bertugas menemukan kemungkinan kesalahan huruf dan melaporkannya kepada tim lain yang bertanggung jawab untuk mengoreksi kekeliruan tersebut.
Langkah ke dua, menurut Saleh, adalah naskah salinan Al-Quran dicetak dengan tanda baca berupa titik untuk membedakan antara huruf Arab yang satu dengan lainnya. Naskah ini juga dicetak per lembar dan diperika oleh sebuah tim khusus.
Langkah ke tiga adalah naskah salinan Al-Quran dicetak dengan harakat (tanda baca) untuk membedakan bacaan panjang dan pendek, atau suara yang harus ditahan, seperti tanda baca mad, tasjid, dan sukun.
Langkah berikutnya adalah membuat naskah salinan Al-Quran dengan tanda wakaf atau tanda untuk memberi tahu pembaca Al-Quran tempat di mana harus berhenti dan memulai membaca agar bacaan Al-Quran sesuai dengan kaidah yang benar.
Sementara langkah ke lima adalah membuat naskah salinan Al-Quran dengan membubuhkan nomor ayat dan tanda juz pada bagian dalam Al-Quran.
Seluruh pemeriksaan naskah salinan Al-Quran tersebut dilakukan secara manual dan elektronik sehingga tim akan segera mengetahui letak kesalahan dan dapat ditangani dengan cepat.
Setelah langkah-langkah pemeriksaan tersebut dilewati, percetakan akan mencetak sekitar 5.000 salinan Al-Quran dan mengirimkannya kepada para ulama yang terpercaya guna pemeriksaan lebih lanjut dan meminta pendapat mereka.
“Setelah seluruh langkah ini kami lakukan, barulah mesin-mesin pencetak akan memproduksi salinan Al Quran dalam jumlah banyak. Seluruh rangkaian sebelum mencetak salinan Al-Quran tersebut hanya dilakukan satu kali untuk menghasilkan induk salinan,” jelas Saleh.
Dia menambahkan bahwa seluruh pekerja di percetakan tersebut bekerja di bawah sumpah guna menghindari kesalahan yang disengaja dan menjaga proses pencetakan salinan Al-Quran berjalan dengan baik.
Percetakan Al-Quran King Fahad memproduksi salinan Al-Quran dalam Bahasa Arab dan terjemahannya ke dalam 76 bahasa, seperti Perancis, Urdu, Turki, termasuk Bahasa Indonesia.
“Di sini kami mencetak 12 juta salinan Al-Quran, dan jumlahnya diharapkan terus bertambah hingga 18 juta dalam setahun,” kata Saleh.
Dia menambahkan bahwa sejak berdiri 35 tahun yang lalu, Percetakan Al-Quran King Fahad telah memproduksi 300 juta salinan Al-Quran dan mendistribusikannya ke berbagai negara di seluruh dunia.
“Sembilan juta salinan Al-Quran kami kirimkan secara cuma-cuma dan sembilan juta lainnya dijual,” kata Saleh seraya menambahkan bahwa selain mencetak dalam bentuk buku, percetakan ini juga membuat salinan Al-Quran dalam bentuk digital melalui aplikasi gawai.
Dengan teknologi digital, Umat Islam tidak hanya dapat membaca Al-Quran dan terjemahannya sesuai dengan bahasa ibu masing-masing, tapi juga mendengarkan suara bacaan Al-Quran.
Laporan: Redaksi