Banner

Algoritma berbasis AI bantu temukan lima planet kecil dengan periode orbit ultrasingkat

Observatorium Astronomi Shanghai di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China terlihat di Distrik Songjiang, Shanghai, China timur, pada 24 Mei 2017. (Xinhua/Ding Ting)

Algoritma berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) menemukan lima planet berperiode ultrasingkat (ultra-short-period) dengan diameter yang lebih kecil dari Bumi dan periode orbit yang lebih singkat dari satu hari.

 

Beijing, China (Xinhua/Indonesia Window) – Sebuah tim peneliti internasional berhasil menciptakan algoritma berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk menemukan lima planet berperiode ultrasingkat (ultra-short-period) dengan diameter yang lebih kecil dari Bumi dan periode orbit yang lebih singkat dari satu hari. Penemuan ini didasarkan pada kumpulan data (dataset) fotometri bintang yang disediakan teleskop Kepler.

Di antara kelima planet tersebut, empat di antaranya merupakan planet yang paling dekat dengan bintang induk yang menyerupai Matahari yang terdeteksi hingga saat ini. Ukuran keempat planet itu sebanding dengan Mars. Ini kali pertama para astronom menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas mencari sinyal kandidat dan mengidentifikasi sinyal yang tepat dalam satu kali percobaan.

Penelitian tersebut, yang hasilnya dipublikasikan baru-baru ini di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Ge Jian di Shanghai Astronomical Observatory di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences).

Tingkat kemunculan planet-planet berperiode ultrasingkat di sekitar bintang yang menyerupai Matahari sangat rendah, yakni sekitar 0,5 persen. Sejak pertama kali ditemukan pada 2011, hanya 145 planet serupa yang ditemukan, dan hanya 30 di antaranya yang memiliki diameter lebih kecil dari diameter Bumi.

Para astronom umumnya menggunakan metode transit untuk menemukan planet-planet di luar Tata Surya. Prinsip dari metode ini adalah ketika sebuah planet yang mengorbit melintas di depan bintang induknya, kecerlangan bintang induk itu akan meredup secara berkala. Namun, karena planet-planet berperiode ultrasingkat biasanya sangat kecil dan berotasi dalam periode yang sangat singkat, para astronom sangat sulit menemukan sinyal transit mereka yang sangat lemah.

Untuk menemukan planet-planet yang sulit terdeteksi ini, tim tersebut mengembangkan sebuah algoritma yang menggabungkan phase folding (menyusun data berdasarkan fase) GPU dan jaringan neuron konvolusional. Algoritma itu meningkatkan kecepatan pencarian hingga sekitar 15 kali lipat, serta meningkatkan akurasi dan kelengkapan deteksi sekitar 7 persen dibandingkan dengan metode konvensional yang populer.

Tim tersebut menerapkan algoritma itu pada kumpulan data Kepler dan mengidentifikasi lima planet berperiode ultrasingkat tersebut. Hal ini menunjukkan keunggulan algoritma itu dalam mencari sinyal transit yang sangat lemah.

Ketua tim tersebut, Ge, menyatakan bahwa penemuan ini merupakan sebuah tonggak penting dalam penerapan AI pada mahadata (big data) astronomi. Jika para astronom ingin menggunakan AI untuk membuat penemuan yang sangat langka dengan menggunakan data astronomi yang sangat besar, mereka harus berinovasi dengan algoritma AI. Selain itu, mereka juga harus menghasilkan dataset buatan yang besar berdasarkan karakteristik pencitraan fisik dari fenomena yang baru ditemukan.

Menurut studi itu, planet-planet berperiode ultrasingkat memberikan informasi penting bagi pemahaman kita tentang evolusi awal sistem planet, interaksi planet-planet, dan dinamika interaksi bintang-planet. Penemuan planet-planet ini sangat penting bagi studi teori pembentukan planet.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan