Dunia Barat telah kehilangan kompas moral dalam menegakkan keadilan di dunia internasional, khususnya di Palestina.
Jakarta (Indonesia Window) – Ketua Badan Kerja sama Antar-Parlemen DPR RI Dr. Fadli Zon menilai Dunia Barat telah kehilangan kompas moral dalam menegakkan keadilan di dunia internasional, khususnya di Palestina.
“Barat menganut standar ganda. Ketika orang-orang Ukraina melakukan perlawanan terhadap Rusia disebut sebagai para pejuang, namun orang-orang Palestina yang melakukan perlawanan terhadap invasi Israel disebut sebagai teroris,” katanya di Jakarta, Rabu (3/7).
Fadli Zon mengemukakan keterangan tersebut dalam acara Konferensi Internasional dengan tema ‘Supporting Free Palestine, Preventing Genocide’ (Mendukung Palestina Merdeka, Mencegah Genosida) yang digelar di Aula Kasman Singodimedjo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ).
Konferensi internasional tentang Palestina itu sendiri dibuka oleh Wakil Dekan II Djoni Gunanto, dilanjutkan pembicara utama Rektor UMJ Prof. Dr. Ma’mun Murod.
Selain Fadli Zon, pembicara lainnya adalah Pejabat Direktur Timur Tengah Kemlu Witjaksono Adji dan Direktur The Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC) Muslim Imran Ph.D.
Selain itu hadir Duta Besar Indonesia Untuk Mesir 2016-2020 Helmy Fauzi dan dosen Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Asep Setiawan, sedangkan moderator adalah Ali Noer Zaman dari FISIP UMJ.
Fadli Zon lebih lanjut mengemukakan, apa yang terjadi di Palestina saat ini bukanlah perang, tetapi agresi militer dan genosida (pemusnahan etnis) yang dilakukan tentara Israel terhadap warga Gaza, Palestina.
Tindakan Isarel itu merupakan aksi penjajahan, kejahatan kemanusiaan, genosida dan pelanggaran HAM berat. Selain itu Israel melakukan aneksasi wilayah secara ilegal, perampasan tanah, pelarangan ibadah dan penutupan Masjid Al-Aqsa.
Tetapi anehnya, menurut Fadli Zon, media Barat dalam saat tertentu menyebut Israel sebagai korban dari serangan Palestina, dan bukan sebaliknya justru Palestina korban kebutralan Israel.
Sebelumnya, Rektor UMJ Prof. Dr. Ma’mun Murod, menyatakan, biang kerok sesungguhnya dari terjadinya tindakan genosida di Palestina ada pada PBB, terutama Dewan Keamanan PBB, dimana lima negara anggotanya memiliki hak veto.
“Dengan adanya hak veto itu maka pelanggaran di Gaza masih terus berlangsung sehingga diperlukan apa yang disebut reformasi tatakelola PBB,” tegasnya.
Aksi genosida
Hampir semua pembicara pada konferensi internasional yang digelar FISIP UMJ itu sependapat bahwa tindakan Israel melakukan aksi genosida terhadap bangsa Palestina di wilayah Gaza harus segera dihentikan.
Sudah lebih dari 38.000 warga Palestina dan sebagian besar anak-anak dan perempuan menjadi korban kebiadaban Israel. Penghentian tindakan genosida dapat dilakukan dengan tekanan diplomatik atau langkah hukum seperti dilakukan Afrika Selatan melalui Mahkamah Internasional meskipun diabaikan Israel.
Disebutkan, kebrutalan Israel dengan melakukan pembunuhan terutama terhadap wanita dan anak-anak di Jalur Gaza sudah sangat jauh diluar batas perikemanusiaan. Tindakan Israel itu adalah sebuah kebijakan genosida yang ingin memusnahkan bangsa Palestina.
Bahkan ketika pengungsi sudah tinggal di kawasan aman pun tidak luput dari serangan pesawat, rudal dan drone Israel. Mereka yang memimpin tindakan untuk menyerang penduduk sipil merupakan pelaku kejahatan internasional.
Sementara itu Muslim Imran dari AMEC yang berkantor di Kuala Lumpur, Malaysia, menjelaskan, genosida yang berlangsung di Gaza adalah karena adanya sikap pendukung garis keras di pemerintahan Israel.
Genosida terhadap Palestina di Gaza harus dihentikan. “Ini harus menjadi prioritas masyarakat internasional sebelum berbicara mengenai solusi dua negara, sebelum adanya penyelesaian politik, bahkan sebelum soal pengakuan terhadap negara Palestina,” katanya.
Muslim juga menjelaskan, dalam serangan terhadap warga Gaza, militer Israel samasekali mengabaikan hukum internasional, hukum kemanusiaan internasional, dan masyarakat internasional.
Israel juga melakukan blokade terhadap kebutuhan pengungsi seperti makanan dan minuman.
Sampai saat ini korban jiwa di Gaza mencapai 38.000 orang dan dua juta orang mengungsi dan kelaparan.
Witjaksono Adji, pejabat Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI menjelaskan bahwa Indonesia mengutuk tindakan biadab Israel, mendesak penerapan gencatan senjata permanen, dan memastikan akses penuh, aman, dan tanpa hambatan untuk kemanusiaan di Gaza.
Indonesia menegaskan bahwa akar dari konflik adalah pendudukan dan pelanggaran yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina.
Witjaksono menyatakan bahwa Indonesia mengupayakan resolusi damai melalui “Solusi Dua Negara” dan pembentukan negara Palestina yang berdaulat berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya sesuai dengan parameter yang disepakati oleh masyarakat internasional.
Sementara itu Dubes RI untuk Mesir 2016-2020 Helmy Fauzy melalui pesan video mengapresiasi dukungan Pemerintah RI pada rakyat Palestina, khususnya terhadap Gaza saat ini, baik secara diplomasi maupun dalam bentuk dukungan kemanusiaan.
“Ini merupakan bagian dari perwujudan cita-cita Proklamasi dan amanat UUD 1945 yang disuarakan dalam tataran global, yaitu komitmen dalam memperjuangkan hak kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Dr. Asep Setiawan dari FISIP UMJ mengajukan solusi dua tingkat, yakni internasional dan domestik. Di tingkat internasional seruan untuk menghentikan genosida harus terus digelorakan karena Palestina memiliki perwakilan di puluhan negara di Asia, Afrika dan sebagian kecil di Eropa.
Langkah diplomatik bersama perlu dilakukan untuk menekan Israel menghentikan tindak genosida. Demikian juga dunia internasional harus menegakkan kembali kedaulatan Palestina yang hancur karena pendudukan Isarel.
Sementara itu di tingkat domestik, lanjutnya, perlu adanya penyatuan berbagai elemen di Palestina serta tidak menempuh konflik yang sifatnya asimetris dan tidak berimbang terutama dari sisi militer.
Dalam konferensi tentang Palestina itu para pembicara sepakat mengenai perlunya upaya untuk mendorong penghormatan terhadap bangsa Palestina dari segi kedaulatan, teritorial, rakyat dan pemerintahnya serta perlunya gerakaan global perubahan tata kelola PBB yang mendukung kepentingan global, termasuk perlindungan kepada Palestina.
Konferensi Internasional Palestina juga memandang bahwa Indonesia dengan dukungan internasional perlu mendorong adanya pasukan penjaga perdamaian di Gaza dalam menghentikan genosida yang telah menelan korban lebih dari 38.000 dengan mayoritas anak anak dan perempuan.
Konferensi ini juga memandang negara-negara di dunia perlu menghentikan dan menolak melakukan normalisasi dengan Israel. Isarel perlu diasingkan karena tindakannya sudah tidak berperikemanusiaan di Gaza Palestina.
Konferensi menyatakan negara negara di dunia perlu menyuarakan agar mendorong pengadilan kriminal internasional Terhadap pelaku genosida terhadap bangsa Palestina di Gaza.
Selain itu dalam rangka penghentian dukungan terhadap pemboman dan serangan militer yang dilakukan Israel ke Gaza Palestina perlu didorong adanya pemboikotan produk produk yang berkaitan dengan Israel.
Konferensi itu sendiri terselenggara atas kerjasama Laboratory of Indonesia and Global Studies (LIGS), Program Magister Ilmu Politik FISIP UMJ dan Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC).
Laporan: Redaksi