Virus nipah pada manusia di Indonesia belum banyak diketahui. Namun mengingat letak geografis Indonesia berdekatan dengan negara yang melaporkan wabah, kemungkinan risiko penyebaran dapat terjadi.
Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) telah menerbitkan Surat Edaran tentang kewaspadaan terhadap virus Nipah.
Surat Edaran tersebut diterbitkan untuk meningkatkan kewaspadaan semua pemangku kepentingan guna mendeteksi secara dini kasus penyakit virus nipah, kata Direktur Jenderal P2P Maxi Rein Rondonuwu yang menandatagani Sirat Edaran itu pada 25 September.
“Hingga saat ini keberadaan virus nipah pada manusia di Indonesia belum banyak diketahui. Namun mengingat letak geografis Indonesia berdekatan dengan negara yang melaporkan wabah, maka kemungkinan risiko penyebaran dapat terjadi,” ujar Maxi dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip Indonesia Window pada Rabu.
Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para kepala dinas kesehatan, kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan, kepala laboratorium kesehatan masyarakat, direktur rumah sakit, kepala puskesmas, serta Asosiasi Klinik Indonesia.
Dalam Surat Edaran itu, Maxi meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota, serta fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk melakukan pemantauan terhadap kasus dan negara terjangkit di tingkat global melalui kanal resmi Kemenkes dan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Maxi juga meminta para pihak terkait tersebut untuk meningkatkan pengawasan terhadap orang (awak, personel, dan penumpang), alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, binatang pembawa penyakit di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas negara, terutama yang berasal dari negara terjangkit.
Para pemangku kepentinga terkait tersebut juga diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dini dengan melakukan pemantauan kasus sindrom demam akut yang disertai gejala pernapasan akut atau kejang atau penurunan kesadaran serta memiliki riwayat perjalanan dari daerah terjangkit.
Fasyankes juga diminta untuk memantau dan melaporkan kasus yang ditemukan sesuai dengan pedoman melalui laporan Surveilans Berbasis Kejadian/Event Based Surveillance (EBS) kepada Dirjen P2P.
Maxi meminta dinkes untuk mengirimkan spesimen kasus suspek ke Balai Besar Laboratorium Biologi Kesehatan d/h Laboratorium Prof. dr Srie Oemijati untuk dilakukan pemeriksaan.
Untuk laporan penemuan kasus suspek/probable/konfirmasi dari fasyankes, kata Maxi, harus dilakukan investigasi dalam 1×24 jam termasuk pelacakan kontak erat.
Laporan: Redaksi