Banner

Tajuk Xinhua: China siap hadapi “serigala” demi perjuangkan perdamaian

Menteri Luar Negeri China Qin Gang (kedua dari kiri, belakang) menghadiri konferensi pers tentang kebijakan dan hubungan luar negeri China di sela-sela sesi pertama Kongres Rakyat Nasional (National People’s Congress/NPC) ke-14 di Beijing, ibu kota China, pada 7 Maret 2023. (Xinhua/Wang Yuguo)

Beijing, China (Xinhua) – China pada Selasa (7/3) mengikrarkan komitmennya terhadap perdamaian dan pembangunan global, serta kesiapannya untuk berhadapan langsung dengan “jakal atau serigala” demi mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya.

Menteri Luar Negeri China Qin Gang menyatakan komitmen China terhadap kebijakan perdamaian luar negeri yang independen dan strategi keterbukaan yang saling menguntungkan dalam konferensi pers yang digelar di sela-sela sesi tahunan Kongres Rakyat Nasional (National People’s Congress/NPC).

Qin menegaskan penolakan China terhadap upaya pemisahan (decoupling), pemutusan rantai industri dan pasokan, serta sanksi sepihak, mengatakan bahwa negara itu dengan tegas menentang hegemoni dan mentalitas Perang Dingin.

China memperjuangkan ekonomi dunia yang terbuka dan inklusif serta pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia, menawarkan lebih banyak wawasan dan solusi China untuk membantu mengatasi tantangan bersama umat manusia, kata Qin.

Hubungan internasional yang baru

Menurut Qin, China berupaya mewujudkan koordinasi dan interaksi yang sehat di antara negara-negara besar, serta mempromosikan tipe hubungan internasional yang baru.

Banner

Berkenaan dengan hubungan antara negara-negara besar, Qin menyatakan bahwa hubungan China-Rusia ditandai dengan rasa saling percaya yang strategis dan prinsip bertetangga yang baik, dan keduanya menjadi model bagi tipe hubungan internasional yang baru.

Hubungan China-Rusia “bukanlah ancaman bagi negara mana pun, dan hubungan itu juga tidak menerima interferensi atau perselisihan apa pun yang ‘ditabur’ oleh pihak ketiga mana pun,” kata Qin.

“Semakin tidak stabil dunia, semakin penting bagi China dan Rusia untuk terus memajukan hubungan mereka,” katanya.

Terkait hubungan China dengan Amerika Serikat (AS), Qin mengatakan China “mengupayakan hubungan yang sehat dan stabil dengan AS.”

Hubungan China-AS harus ditentukan oleh kepentingan dan tanggung jawab bersama kedua negara, dan oleh persahabatan antara masyarakat China dan Amerika, bukan oleh politik dalam negeri AS atau histeria neo-McCarthyisme, lanjutnya.

“AS mengeklaim bahwa pihaknya berusaha mengalahkan China tetapi tidak mencari konflik. Namun pada kenyataannya, apa yang disebut AS sebagai kompetisi berarti mengekang dan menindas China di segala bidang, serta membuat kedua negara terjebak dalam permainan menang-kalah (zero-sum game),” kata Qin.

Banner

Lebih lanjut, Qin mengatakan bahwa retorika AS tentang “membangun pagar pembatas” dan “tidak mencari konflik” semata-mata berarti China tidak boleh merespons dengan kata-kata atau tindakan ketika difitnah atau diserang. “Itu mustahil.”

“Jika AS tidak menginjak rem namun terus mempercepat lajunya di arah yang salah, tidak ada pagar pembatas yang dapat mencegahnya tergelincir dan pasti akan terjadi konflik serta konfrontasi,” papar Qin.

Menanggapi pertanyaan tentang krisis Ukraina, Qin mengatakan China memilih perdamaian alih-alih perang, dialog alih-alih sanksi, dan menenangkan situasi alih-alih memperburuk situasi, menyerukan ketenangan, akal sehat, dan dialog di antara pihak-pihak yang terlibat.

China tidak memasok senjata bagi kedua pihak yang berkonflik dalam krisis Ukraina dan selalu membuat penilaian secara independen, berdasarkan karakteristik dari masalah, kata Qin.

“Sepertinya ada tangan tak terlihat yang mendorong perpanjangan dan eskalasi konflik,” memanfaatkan krisis Ukraina untuk memenuhi agenda geopolitik tertentu, ujarnya.

Qin mengungkapkan harapan China bahwa Eropa akan mencapai otonomi strategis sejati serta keamanan dan stabilitas yang kekal, mengatakan bahwa China bersedia bekerja sama dengan Eropa untuk menegakkan “multilateralisme sejati” serta mempererat kemitraan strategis komprehensif mereka.

Banner

Terkait “Strategi Indo-Pasifik” AS, Qin mengatakan tujuan sebenarnya adalah untuk “mengepung China,” seraya memperingatkan bahwa upaya semacam itu hanya akan mengganggu arsitektur kerja sama regional yang terbuka dan inklusif yang berpusat pada ASEAN, serta merusak kepentingan keseluruhan dan jangka panjang dari negara-negara di kawasan tersebut.

Qin mengatakan bahwa China selalu memperlakukan Jepang dengan iktikad baik dan harapan untuk hubungan persahabatan dan bertetangga yang baik. “Namun, jika beberapa orang dari pihak Jepang memilih pendekatan beggar-thy-neighbor (satu negara mencari keuntungan dengan mengorbankan negara lain) alih-alih mengupayakan kemitraan, dan bahkan ikut serta dalam Perang Dingin baru untuk mengekang China, hubungan bilateral justru akan mengalami luka baru ketika luka lama masih juga belum sembuh,” ujar Qin.

Pada konferensi pers Selasa (7/3) yang sama, Qin juga menyampaikan bahwa negara-negara berkembang menyumbang lebih dari 80 persen populasi global dan lebih dari 70 persen pertumbuhan ekonomi global. “Masyarakat di negara-negara berkembang berhak atas kehidupan yang lebih baik, dan negara-negara berkembang berhak atas perwakilan yang lebih besar dan suara yang lebih lantang dalam urusan internasional,” ungkap Qin.

Modernisasi China
Menteri Layanan Kesehatan dan Sosial Namibia Kalumbi Shangula (kedua dari kiri) membubuhkan tanda tangannya pada bendera Tim Medis China ke-14 untuk Namibia di Windhoek, Namibia, pada 2 Maret 2023. Shangula menyambut empat anggota baru Tim Medis China ke-15 untuk Namibia dalam sebuah upacara yang digelar di Windhoek pada Kamis (2/3). (Xinhua/Musa C Kaseke)

Jalur China menuju modernisasi

Menurut Qin, modernisasi China akan menjadi sumber inspirasi penting bagi seluruh dunia, khususnya bagi negara-negara berkembang.

Dikatakannya bahwa jalur China menuju modernisasi sangat cocok dengan kondisi nasional China, dan keberhasilan China “membuktikan bahwa setiap negara memiliki hak dan kemampuan untuk memilih jalannya sendiri dan memegang masa depan dengan teguh di tangannya sendiri.”

Modernisasi China bercirikan pembangunan yang damai dan “tidak diwujudkan melalui perang, penjajahan, atau penjarahan,” ujar Qin. Dia menyebut modernisasi China sebagai “jalur baru yang berbeda dari modernisasi Barat.”

Banner

Qin menyerukan bahwa hak setiap negara untuk menempuh jalur modernisasi yang disesuaikan dengan realitas nasionalnya harus dihormati.

Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI), sebuah prakarsa barang publik berkualitas tinggi yang diusulkan oleh China, telah mendatangkan manfaat bagi dunia.

Selama 10 tahun terakhir, BRI telah menghasilkan investasi hampir 1 triliun dolar AS, mendirikan lebih dari 3.000 proyek kerja sama, menciptakan sekitar 420.000 lapangan kerja di negara-negara di sepanjang rutenya, serta membantu mengentaskan hampir 40 juta orang dari kemiskinan.

Menanggapi tudingan bahwa BRI dapat mengarah pada perangkap utang, Qin menuturkan bahwa China tidak semestinya menjadi pihak yang dituding menciptakan apa yang disebut sebagai perangkap utang. Dia menambahkan bahwa kreditur komersial dan lembaga keuangan multilateral menyumbang lebih dari 80 persen utang negara di negara-negara berkembang.

Qin menyatakan keyakinannya bahwa seiring China mempercepat pembangunan berkualitas tinggi, mendorong keterbukaan berstandar tinggi, dan mengembangkan paradigma pembangunan baru, negara itu pasti akan mendatangkan peluang baru bagi semua negara di dunia.

Modernisasi China
Foto dari udara yang diabadikan pada 24 Februari 2020 ini menunjukkan lahan basah Haizhu dan Canton Tower di kejauhan di Guangzhou, ibu kota Provinsi Guangdong, China selatan. (Xinhua/Xie Huiqiang)

Menghadapi “jakal dan serigala”

Di jantung kepentingan inti China, masalah Taiwan menjadi dasar dari fondasi politik hubungan China-AS sekaligus “garis merah pertama yang tidak boleh dilangkahi dalam hubungan China-AS,” tutur Qin.

Banner

Qin mendesak agar AS berhenti mengekang China dengan cara mengeksploitasi masalah Taiwan, dan kembali ke dasar-dasar prinsip Satu China.

Qin menyebut bahwa ancaman nyata bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan adalah kekuatan separatis yang mengupayakan “kemerdekaan Taiwan”, dan bahwa prinsip Satu China berfungsi sebagai jangkar yang kokoh sedangkan tiga komunike bersama China-AS berfungsi sebagai pagar pembatas yang sebenarnya.

“Kekeliruan dalam menangani masalah Taiwan akan mengguncang fondasi dasar hubungan China-AS,” ujar Qin memperingatkan.

Tidak ada negara yang berhak ikut campur dalam urusan Taiwan, karena menyelesaikan masalah Taiwan menjadi urusan China sendiri, tegas Qin, menekankan bahwa “tidak ada yang boleh meremehkan tekad bulat, kemauan kuat, dan kemampuan besar dari pemerintah dan rakyat China untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayahnya.”

Menanggapi pertanyaan lain, Qin menjelaskan bahwa apa yang disebut sebagai diplomasi “prajurit serigala” hanyalah jebakan naratif yang direkayasa oleh pihak-pihak yang hanya tahu sedikit tentang China dan diplomasinya, atau memiliki agenda tersembunyi yang mengabaikan fakta.

“Iktikad baik maupun keluhuran dalam diplomasi China cukup besar dan tulus, tetapi dalam menghadapi ‘jakal atau serigala’, para diplomat China tidak mempunyai pilihan lain selain mengonfrontasi mereka secara langsung demi melindungi tanah air,” ujar Qin.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan