Investasi sektor energi terbarukan di tingkat global harus ditingkatkan hingga tiga kali lipat pada 2050 mendatang, guna menempatkan dunia tetap berada di jalur menuju nol emisi karbon (net zero emissions).
Jenewa, Swiss (Xinhua) – Investasi global dalam sektor energi terbarukan harus ditingkatkan hingga tiga kali lipat pada 2050 mendatang, guna menempatkan dunia tetap berada di jalur menuju nol emisi karbon (net zero emissions), menurut laporan terbaru yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) pada Selasa (11/10).
Pasokan listrik dari sumber-sumber energi bersih harus digandakan dalam kurun waktu delapan tahun ke depan, jika tidak keamanan energi global dapat runtuh, kata laporan itu.
Menurut laporan Kondisi Layanan Iklim 2022 (2022 State of Climate Services report) WMO, perubahan iklim menempatkan keamanan energi global dalam bahaya. Dampak perubahan iklim, seperti cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi dan lebih intens, memengaruhi langsung pasokan bahan bakar, produksi energi, dan infrastruktur energi.
Kendati sumber daya air tidak mencukupi dalam skala global, faktanya 87 persen listrik global yang dihasilkan dari sistem termal, nuklir, dan hidroelektrik pada 2020 bergantung langsung pada ketersediaan air. Sekitar 33 persen dari pembangkit listrik termal yang mengandalkan air tawar untuk pendinginan berada di daerah-daerah dengan tingkat kerawanan air (water stress area) yang tinggi, begitu juga 15 persen dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang ada saat ini. Angka tersebut berpotensi meningkat menjadi 25 persen dalam 20 tahun ke depan.
“Nol emisi pada 2050 adalah tujuannya. Namun, kita hanya dapat mencapainya jika kita menggandakan pasokan listrik rendah emisi dalam kurun waktu delapan tahun ke depan,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) WMO Petteri Taalas.
“Sektor energi menjadi sumber dari sekitar tiga perempat emisi gas rumah kaca global. Beralih ke bentuk pembangkit energi yang bersih, seperti tenaga surya, angin, dan tenaga air, serta meningkatkan efisiensi energi, sangat penting jika kita ingin berkembang di abad kedua puluh satu,” tambahnya.
“Waktu tidak memihak kita, dan iklim kita berubah dengan cepat. Kita membutuhkan transformasi sistem energi global yang menyeluruh,” ujar sang sekjen WMO memperingatkan.
Afrika berpotensi menjadi pemain energi terbarukan utama di masa depan, sebut laporan itu. Afrika telah menghadapi dampak parah dari perubahan iklim, seperti kekeringan ekstrem. Penurunan biaya teknologi bersih menjanjikan harapan baru bagi masa depan Afrika, dan ada peluang besar bagi Afrika untuk membantu menutup kesenjangan dalam kebutuhan energi terbarukan.
Pada 2050 mendatang, kebutuhan listrik global sebagian besar akan dipenuhi oleh energi terbarukan, dengan tenaga surya akan menjadi sumber tunggal terbesar. Namun, meskipun Afrika memiliki 60 persen sumber daya surya terbaik secara global, kawasan tersebut hanya memiliki satu persen dari kapasitas fotovoltaik terpasang.
Guna menyediakan akses terhadap energi modern bagi semua warga Afrika, diperlukan investasi sebesar 25 miliar dolar AS per tahun, ujar laporan itu. Angka ini mewakili sekitar satu persen dari investasi energi global saat ini.
*1 dolar AS = 15.362 rupiah
Laporan: Redaksi