Baik Brent dan WTI pekan lalu mencatat penurunan pekanan terbesar mereka selama sekitar satu bulan di tengah kekhawatiran resesi yang akan memukul permintaan minyak.
Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak melonjak pada hari Senin, ditopang oleh dolar yang lebih lemah dan pasokan yang ketat, mengimbangi kekhawatiran tentang resesi dan prospek penguncian COVID-19 yang meluas di China, sekali lagi mengurangi permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 2,44 dolar AS, atau 2,4 persen, menjadi 103,60 dolar AS per barel pada pukul 09.00 GMT, setelah naik 2,1 persen pada hari Jumat (15/7).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus naik 2,17 dolar, atau 2,2 persen, menjadi 99,76 dolar setelah naik 1,9 persen di sesi sebelumnya.
Dolar AS turun dari tertinggi multi-tahun pada hari Senin, mendukung kenaikan harga komoditas mulai dari emas hingga minyak. Dolar yang lebih lemah membuat komoditas berdenominasi dolar lebih banyak terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Baik Brent dan WTI pekan lalu mencatat penurunan pekanan terbesar mereka selama sekitar satu bulan di tengah kekhawatiran resesi yang akan memukul permintaan minyak.
Pengujian massal COVID berlanjut di beberapa bagian China pada pekan ini, meningkatkan kekhawatiran atas permintaan minyak dari konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.
Namun, pasokan minyak masih terbatas. Seperti yang diharapkan, perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi gagal menghasilkan janji dari produsen utama OPEC itu untuk meningkatkan pasokan minyak.
Biden ingin produsen minyak Teluk meningkatkan produksi guna membantu menurunkan harga minyak dunia yang melonjak dan menurunkan inflasi global.
Pasar global pekan ini fokus pada dimulainya kembali aliran gas Rusia ke Eropa melalui pipa Nord Stream 1, yang dijadwalkan menyelesaikan pemeliharaan pada 21 Juli. Pemerintah, pasar, dan perusahaan khawatir penghentian pengiriman minyak melalui jalur ini diperpanjang karena perang di Ukraina.
“Minyak mentah Brent akan mendapat dukungan pada akhir pekan ini jika Rusia tidak mengalirkan kembali gas ke Jerman setelah pemeliharaan Nord Stream 1,” kata analis senior OANDA Jeffrey Halley.
Kehilangan gas Rusia ke Jerman, ekonomi terbesar keempat di dunia itu, akan memukul ekonominya dengan keras dan meningkatkan risiko resesi.
Sumber: Reuters
Laporan: Redaksi