Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak berjangka turun tajam pada akhir perdagangan Rabu (6/4) atau Kamis pagi WIB, setelah negara-negara konsumen besar mengatakan akan melepas minyak dari cadangan untuk melawan pengetatan pasokan dan risalah yang hawkish dari bank sentral AS mendukung dolar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni terperosok 5,57 dolar AS atau 5,2 persen, menjadi 101,07 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei kehilangan 5,73 dolar AS atau 5,6 persen, menjadi ditutup di 96,23 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Aksi jual mengalami percepatan hingga penutupan, meninggalkan harga acuan Brent dan WTI pada level penutupan terendah sejak 16 Maret.

Negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) akan melepaskan 120 juta barel dari cadangan strategis (SPR) untuk menahan kenaikan harga. Pelepasan tersebut akan mencakup 60 juta barel dari Amerika Serikat, menurut dua sumber yang mengetahui masalah tersebut. Komitmen itu merupakan bagian dari pengumuman AS sebelumnya tentang pelepasan cadangan 180 juta barel.

Banner

Ini adalah kedua kalinya IEA merilis cadangan tahun 2022 dan secara efektif meningkatkan pasokan di seluruh dunia sekitar 2 juta barel per hari setidaknya selama dua bulan ke depan, saat dunia mencoba mengatasi potensi kehilangan minyak Rusia. Kelompok ini secara kolektif memiliki sekitar 1,5 miliar barel cadangan strategis.

Pasar minyak mentah telah melalui pekan penuh volatilitas, dengan harga melonjak di tengah kekhawatiran pasokan setelah invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi berikutnya di Moskow oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

Akhir-akhir ini pasar telah berbalik arah menyusul rilis cadangan bersama dengan kekhawatiran perlambatan permintaan di China, di mana pandemik yang bangkit kembali telah mendorong penguncian kota-kota termasuk Shanghai.

Pabrik penyulingan China menghindari kontrak baru dengan Rusia, menunjukkan bahwa Beijing berhati-hati untuk tidak secara terang-terangan mendukung Moskow saat ini.

Sementara itu, risalah Federal Reserve AS merinci bahwa bank sentral AS berencana menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan terbarunya, tetapi memilih kenaikan yang lebih kecil karena perang di Ukraina.

Risalah menunjukkan pendekatan hawkish untuk The Fed karena mencoba mengendalikan inflasi, yang mendorong dolar AS. Minyak sering bergerak berlawanan arah dengan dolar karena sebagian besar transaksi minyak dilakukan dalam mata uang AS.

Banner

“Pasar bereaksi atas komentar Fed dan laporan penyimpanan EIA,” kata Gary Cunningham, direktur riset pasar di Tradition Energy. The Fed telah “memberikan kekuatan pada dolar dan itu tercermin dalam harga minyak yang lebih rendah.”

Stok minyak mentah AS naik 2,4 juta barel dalam pekan terakhir, kata Badan Informasi Energi AS, sementara analis memperkirakan penurunan. Produksi juga naik, mencapai 11,8 juta barel per hari, terbesar sejak akhir 2021, dan diperkirakan akan terus meningkat. Amerika Serikat juga melepaskan hampir 4 juta barel dari cadangan strategisnya dalam sepekan.

“Rilis SPR sangat besar yang meningkatkan kepercayaan bahwa mereka dapat mengeluarkan banyak minyak dari cadangan setiap pekan,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.

Amerika Serikat dan sekutunya pada Rabu (6/4) menyiapkan sanksi baru terhadap Moskow atas pembunuhan warga sipil di Ukraina, yang oleh Presiden Volodymyr Zelenskiy digambarkan sebagai “kejahatan perang”. Rusia membantah menargetkan warga sipil.

Ke-27 negara anggota akan memutuskan apakah akan menyetujui usulan sanksi Uni Eropa yang akan melarang pembelian batu bara Rusia dan mencegah kapal Rusia memasuki pelabuhan Uni Eropa.

Kepala eksekutif Uni Eropa Ursula von der Leyen, mengatakan blok itu sedang mengerjakan sanksi tambahan, termasuk pada impor minyak.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan