Banner

Perempuan dan disabilitas diharapkan lebih dilibatkan dalam pembangunan

Buku Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam Praktik berisi 30 cerita, menyoroti pentingnya integrasi pengetahuan ke dalam kebijakan dengan melibatkan kelompok rentan sebagai sumber pengetahuan dan advokasi aktif.

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Kaum perempuan dan penyandang disabilitas hingga kini belum banyak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan dan pembangunan.

Topik tersebut dibahas dalam webinar bertajuk ‘KSIxChange41: Mendobrak Bias dan Mewujudkan Kesetaraan Gender’ yang digelar oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) pada Selasa (8/3), sekaligus peluncuran buku Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam Praktik.

KSI adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Australia yang didanai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) dan dilaksanakan bekerjasama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).

Konselor Menteri untuk Pemerintahan dan Pembangunan Manusia di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Kirsten Bishop, menyatakan bahwa Australia telah menetapkan Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial sebagai prioritas pembangunan lintas sektor.

“Saya senang sekali berada di sini bersama Anda semua untuk merayakan Hari Perempuan Internasional 2022 melalui peluncuran buku ‘Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam Praktik’. Saya yakin bahwa buku ini akan menjadi referensi yang berharga untuk advokasi kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial di Indonesia,” ujarnya.

Banner

Dia menambahkan, tanpa penelitian yang sensitif GEDSI, serta data dan bukti yang kuat, akan sulit mendapatkan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kelompok rentan terutama dalam masa pemulihan sesudah pandemik COVID-19.

Buku (GEDSI) dalam praktik berisi 30 cerita, menyoroti pentingnya integrasi pengetahuan ke dalam kebijakan dengan melibatkan kelompok rentan sebagai sumber pengetahuan dan advokat aktif.

Buku ini memberikan rekomendasi praktis guna memahami bagaimana laki-laki, perempuan, dan kelompok rentan memiliki kebutuhan dan kondisi kehidupan yang berbeda, termasuk dalam akses dan kontrol atas kekuasaan, uang, hak asasi manusia, keadilan, sumber daya, dan pengambilan keputusan yang tidak setara.

Sementara itu, staf ahli bidang sosial dan penanggulangan kemiskinan di Bappenas, Dr. Vivi Yulaswati, menyampaikan bahwa pemerintah berupaya mengimplementasikan agenda global dan nasional pada hak-hak perempuan dan kelompok rentan yang tercantum dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Kerja bersama menjadi agenda kita ke depan untuk memastikan tidak ada seorangpun yang tertinggal, mulai dari kolaborasi dan melokalkan SDGs, mempertemukan prinsip global dengan nilai lokal secara inklusif, integratif, dan akuntabel, serta memperluas proyek-proyek yang memiliki dampak sosial untuk memastikan bahwa keberlanjutan, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi terjadi sampai tingkat lokal,” tuturnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan