Keadilan dalam hukum
Hukum bertujuan untuk menciptakan keamanan, kedamaian, dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat, tanpa memandang subjek (berdasarkan suku, agama, ras, dan budaya).
Adanya perangkat hukum juga sebagai pelindung dan memberikan jaminan kebebasan bagi setiap warga untuk memperoleh jaminan hak-hak mereka sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.
Dalam menegakkan hukum, tidak boleh seperti sebilah pisau yang hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Hukum berlaku penuh kepada rakyat jelata, oposisi, dan lawan politik, tetapi tidak berlaku penuh kepada para pejabat dan keluarganya, kaum kaya, rekanan bisnis, pendukung setia dan lainnya.
Setiap warga sejatinya memiliki kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Artinya, semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak boleh ada seorang pun berada di atas hukum (above the law). Tidak boleh ada warga negara yang kebal hukum, dan tidak boleh ada diskriminasi penegakan supremasi hukum.
Diskriminasi hukum terlihat pada penerapan hukum yang bersifat tebang pilih. Pada peristiwa hukum yang sama, namun mendapatkan perlakuan hukum yang berbeda dari para penegak hukum.
Bahkan yang satu ditangkap, ditahan, diajukan ke meja pengadilan, dan divonis dengan hukuman penjara, namun yang lainnya dibiarkan bebas, bahkan mendapatkan pengawalan dan perlakuan istimewa.
Jika ada kelompok masyarakat yang kebal hukum, atau aparat yang bertindak diskirinatif, melakukan ‘standar ganda’, hal itu mengakibatkan kegaduhan di masyarakat, melahirkan gelombang protes, saling curiga antar sesama warga, wibawa pemimpin jatuh terhina, dan distrust (ketidakpercayaan) rakyat kepada para pimpinan yang bekerja bersama mereka.
Contoh standar ganda secara nyata bisa disaksikan dari sikap Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat yang terus diam membisu, membiarkan berbagai kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Zionis Israel kepada rakyat Palestina.
Sementara jika ada aktivis di negara lain terindikasi melakukan kejahatan, mereka berteriak kencang, seakan mereka sebagai pihak yang sangat peduli dengan HAM. Jangan sampai stigma negatif standar ganda itu juga menempel para pemimpin dan para penegak hukum di negeri kita tercinta.
Setiap warga tentu sangat mengharapkan agar para pemimpin dan aparat penegak hukum dapat bekerja secara profesional, mandiri, dan bebas dari kepentingan politik dan kekuasaan.
Aparat penegak hukum harus mampu berdiri di atas semua golongan, menjadi pengayom bagi seluruh lapisan masyarakat dan berlaku sama, berkesesuaian dalam pernyataan, sikap dan tindakannya.
Penulis: Imaam Yakhsyallah Mansur (pembina yayasan Al-Fatah Indonesia)