Saat ini kita sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Era ini ditandai dengan masuknya teknologi digital dan internet di berbagai bidang kehidupan, baik di sektor ekonomi, bisnis, perbankan, dan infrastruktur, maupun informasi dan komunikasi.
Kemajuan teknologi informasi juga telah mendorong dunia jurnalistik masuk ke era konvergensi media, suatu era di mana perusahaan-perusahaan media besar membagi materi beritanya ke media cetak, media elektronik, dan media online yang dimiliki masing-masing dengan platform digital.
Konsekuensinya, saat ini informasi apapun seperti ‘melimpah’, tidak sulit dicari, dan murah. Informasi tidak lagi menjadi milik orang-orang kota, terpelajar, dan pemilik modal. Informasi telah menjadi milik semua orang tanpa batas wilayah dan status sosial.
Semua layanan informasi cepat saji itu membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi berlangsung sangat pesat, di mana hampir setiap bidang kehidupan saat ini banyak dipengaruhi oleh media massa dan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan twitter.
Begitu bangun tidur pagi-pagi, ‘sarapan’ pertama adalah membaca pesan di media sosial, membaca koran online, atau menonton televisi. Berangkat ke tempat kerja, di mobil mendengarkan berita-berita dan talkshow radio.
Saat tiba di kantor, kegiatan pertama yang dilakukan adalah menyalakan komputer dan membuka situs-situs berita. Sambil bekerja, kadang ada WA atau SMS yang menginformasikan dari mulai jalan macet, unjuk rasa, sampai pesawat jatuh atau peristiwa-peristiwa penting lainnya.
Perkembangan teknologi informasi telah menciptakan one wire world, di mana orang hanya memerlukan satu alat berupa telepon selular untuk melakukan apa saja, dari sekedar bicara, mendengar radio, menonton TV, mengirim e-mail, bahkan sampai mentransfer uang.
Karenanya, dunia jurnalisme, termasuk di Indonesia pun mau tidak mau mengalami pergeseran secara mendasar serta menghasilkan apa yang disebut cyber journalism, online journalism, dan convergent journalism.
Penulis: Aat Surya Safaat [wartawan senior/Wakil Sekretaris Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI); penasihat Forum Akademisi Indonesia (FAI); Kepala Biro Kantor Berita ANTARA di New York Amerika Serikat (1993-1998)].